Polemik Beras, Ketum Perpadi Singgung Pemerintah Harusnya Sesuaikan HET dengan HPP

Polemik Beras, Ketum Perpadi Singgung Pemerintah Harusnya Sesuaikan HET dengan HPP
RepublikaPerpadi mengatakan potensi kecurangan beras premium akibat HET tak sejalan dengan HPP. (ilustrasi)

Jakarta,sorotkabar.com — Menyikapi polemik beras belakangan ini, Ketua Umum Perkumpulan Penggilingan Padi dan Pengusaha Beras Indonesia (Perpadi) Sutarto Alimoeso berpendapat, salah satu hal yang menjadi persoalan bagi para pengusaha beras yakni peraturan harga eceran tertinggi (HET) yang tidak sinkron dengan harga pembelian pemerintah (HPP).

 Menurutnya, dugaan kecurangan atas mutu dan harga beras yang tidak sesuai dengan standar kemungkinan terjadi di berbagai tempat di Indonesia.

“HET tentunya harus sejalan dengan HPP gabah. Kalau HPP gabah naik, harusnya HET-nya disesuaikan. Hanya, kemarin nampaknya pemerintah belum menaikkan HET-nya,” kata Sutarto saat dikonfirmasi , senin (30/6/2025).

Sutarto menilai, atas ketidakseimbangan tersebut, tak ayal menimbulkan kecurangan. Ia menyebut, jumlah pelaku bisnis beras mencapai jutaan orang, sehingga dimungkinkan terjadi kecurangan di banyak tempat.

“Bisa saja terjadi penyelewengan di berbagai tempat. Makanya ini yang harus kita lihat secara baik, supaya konsumen dan petani tidak dirugikan. Penggilingan padi sebagai produsen beras tentunya harapannya tidak dirugikan,” ujarnya.

Diketahui, sejak Januari 2025, pemerintah menetapkan HPP gabah naik dari Rp 6.000 menjadi Rp 6.500 per kilogram (kg), berdasarkan Keputusan Kepala Badan Pangan Nasional Nomor 2 Tahun 2025 tentang Perubahan atas HPP dan Rafaksi Harga Gabah dan Beras. Sementara itu, HET beras tidak mengalami kenaikan dan masih menggunakan aturan sebelumnya, yakni Peraturan Badan Pangan Nasional Nomor 5 Tahun 2024 tentang HET.

Karena itu, Perpadi meminta pemerintah agar menyesuaikan HET dengan HPP agar tercipta keseimbangan. “Makanya kami mengusulkan kepada pemerintah, ini (HET) harus dinaikkan,” jelasnya.

Sutarto mengatakan, pihaknya terus melakukan advokasi kepada anggota Perpadi untuk tidak melakukan kecurangan soal kualitas dan kuantitas beras agar tidak merugikan konsumen, menyusul hasil investigasi Kementerian Pertanian. Namun, ia menekankan bahwa kecurangan tetap bisa terjadi, dan jika itu terjadi, menjadi tanggung jawab masing-masing individu pengusaha beras untuk ditindak oleh pihak berwajib.

“Kami selalu melakukan advokasi kepada teman-teman untuk tidak melakukan kecurangan-kecurangan yang akhirnya merugikan konsumen,” kata Sutarto.

Mantan Direktur Utama Bulog tersebut mengaku selalu mengingatkan para pelaku usaha beras di Perpadi untuk mengikuti peraturan yang berlaku. Ia menyampaikan, ada tiga komponen penting dalam pelaksanaan perberasan, yakni produsen gabah atau petani, penggilingan padi yang memproduksi gabah menjadi beras, dan konsumen.

“Kita tahu Pak Menteri mengumumkan ada beberapa hal yang negatif, meskipun kami belum tahu secara detail di mana dan pelakunya siapa. Tapi kami juga sudah melakukan koordinasi dengan anggota. Jadi kami sudah minta anggota ‘jangan coba-coba melakukan kegiatan-kegiatan yang merugikan konsumen’. Dan ‘jangan coba-coba merugikan produsen gabah atau petani’,” tegasnya.

Sutarto memastikan, pihaknya akan melakukan konsolidasi dengan anggota Perpadi untuk membahas temuan Kementerian Pertanian lebih lanjut dalam dua pekan ini. Sebagaimana Menteri Pertanian meminta produsen untuk segera menyesuaikan mutu dan harga beras dalam jangka waktu tersebut.

Sebelumnya diberitakan, Kementerian Pertanian tengah mendalami hasil investigasi mengenai mutu dan harga beras di pasaran.

Temuan Kementan dan berbagai pemangku kepentingan terkait, mayoritas beras yang dijual di pasaran baik dalam kategori premium maupun medium mengindikasikan adanya pelanggaran.

Beras yang dijual tidak sesuai volume, tidak sesuai harga eceran tertinggi (HET), tidak teregistrasi Pangan Segar Asal Tumbuhan (PSAT), serta tidak memenuhi standar mutu menurut Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor 31 Tahun 2017.

Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman menyebut pihaknya mengecek bersama Satgas Pangan, Badan Pangan Nasional, Kepolisian, serta Kejaksaan.

“Ada anomali yang kita baca, harga di tingkat penggilingan turun, tetapi di konsumen naik. Kami mengecek di 10 provinsi mulai mutu, kualitas, beratnya, ternyata ada yang tidak pas termasuk HET,” kata Amran dalam konferensi pers di Kantor Pusat Kementan, Ragunan, Jakarta Selatan, Kamis (26/6/2025).

Ia menerangkan, investigasi yang dilakukan pada periode 6—23 Juni 2025 mencakup 268 sampel beras dari 212 merek yang tersebar di 10 provinsi.

Sampel ini melibatkan dua kategori beras, yakni premium dan medium. Fokus utama pada parameter mutu seperti kadar air, persentase beras kepala, butir patah, dan derajat sosoh.

Amran menyampaikan, berdasarkan hasil investigasi, ditemukan 85,56 persen beras premium yang diuji tidak sesuai dengan standar mutu yang ditetapkan.

Kemudian, 59,78 persen beras premium tersebut juga tercatat melebihi HET, sementara 21,66 persen lainnya memiliki berat riil yang lebih rendah dibandingkan dengan yang tertera pada kemasan.

Sedangkan untuk beras medium, 88,24 persen dari total sampel yang diuji tidak memenuhi standar mutu SNI.

Lalu, 95,12 persen beras premium ditemukan dijual dengan harga yang melebihi HET, dan 9,38 persen memiliki selisih berat yang lebih rendah dari informasi yang tercantum pada kemasan.

“Ini kita lihat ketidaksesuaian mutu beras premium 85,56 persen, kemudian ketidaksesuaian HET 59,78 persen, kemudian beratnya (yang tidak sesuai) 21,66 persen. Kita gunakan 13 lab seluruh Indonesia, karena kita tidak ingin salah karena ini sangat sensitif,” kata Mentan.

Temuan ini, lanjut Amran, memberikan dampak sangat besar bagi konsumen, terutama terkait potensi kerugian finansial. Berdasarkan perhitungan Kementan, kerugian yang bisa dialami oleh konsumen beras premium diperkirakan mencapai Rp 34,21 triliun per tahun, sementara konsumen beras medium berpotensi merugi hingga Rp 65,14 triliun. Sehingga totalnya menjadi Rp 99,35 triliun.

“Jadi ini potensi kerugian konsumen sekitar 99 triliun. Inilah hasil tim bersama turun ke lapangan dan kita akan verifikasi ulang. Nanti satgas bergerak mengecek langsung di lapangan. Ada mutunya tidak sesuai, harganya tidak sesuai, beratnya tidak sesuai, ini sangat merugikan konsumen,” ujar Amran.(*) 
 

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index