Perpres PSEL Dinilai tak Bisa Batalkan Proyek Pengolahan Sampah yang Sudah Berjalan

Perpres PSEL Dinilai tak Bisa Batalkan Proyek Pengolahan Sampah yang Sudah Berjalan
Kondisi TPA Cipeucang di Tangerang Selatan.

Jakarta,sorotkabar.com — Peraturan Presiden Nomor 109 Tahun 2025 tentang Percepatan Pengolahan Sampah Menjadi Energi Listrik (PSEL) dinilai tidak dapat diterapkan secara surut untuk membatalkan proyek pengelolaan sampah yang telah berjalan di daerah. Regulasi ini justru dipandang sebagai pijakan untuk memperkuat kepastian hukum dan menyelaraskan kebijakan pusat dengan inisiatif pemerintah daerah.

Pengamat Kebijakan Publik Yanuar Wijanarko menilai Perpres 109/2025 tidak dimaksudkan untuk membatalkan proses yang telah berlangsung sebelum aturan tersebut ditetapkan. Menurutnya, peraturan itu secara tegas berlaku sejak 10 Oktober 2025 sehingga bersifat prospektif.

“Peraturan Presiden Nomor 109 Tahun 2025 berlaku sejak ditetapkan. Artinya, regulasi ini tidak dimaksudkan untuk mengatur atau membatalkan peristiwa hukum yang sudah terjadi sebelum tanggal tersebut,” ujar Yanuar dalam keterangannya, Senin (15/12/2025).

Ia menjelaskan, seluruh ketentuan baru dalam Perpres tersebut hanya mengikat setelah tanggal penetapan, termasuk pengaturan mekanisme pengolahan sampah menjadi energi listrik, penetapan harga jual listrik, serta pembagian peran pemerintah pusat dan daerah. Dengan prinsip itu, proses yang telah dilaksanakan pemerintah daerah tetap memiliki dasar hukum.

“Proses yang sudah berjalan sebelumnya, termasuk yang dilakukan Pemkot Tangsel, tetap memiliki dasar hukum dan kepastian selama pelelangan dilaksanakan sesuai ketentuan yang berlaku pada masanya, maka tidak ada alasan hukum untuk menyatakan proses itu otomatis batal,” ujar Yanuar.

Yanuar menilai terdapat sejumlah landasan kuat agar proyek yang telah berkontrak tetap dilanjutkan. Dari sisi perlindungan hukum, perjanjian jual beli listrik yang sudah ditandatangani diakui dalam Perpres 109/2025, khususnya Pasal 31 huruf a.

Dari perspektif kepastian investasi, investor telah menanamkan modal berdasarkan kontrak yang sah.

“Sehingga pembatalan sepihak oleh pemerintah berpotensi memicu sengketa hukum di pengadilan atau arbitrase,” ujar Yanuar.

Menurutnya, pembatalan proyek hanya dimungkinkan dalam kondisi terbatas, seperti adanya force majeure atau wanprestasi sebagaimana diatur dalam kontrak. Perubahan regulasi, kata dia, tidak serta-merta dapat dijadikan dasar penghentian proyek.

“Pembatalan biasanya hanya dimungkinkan jika terjadi keadaan memaksa atau wanprestasi. Perubahan regulasi secara umum bukan alasan yang cukup untuk menghentikan proyek yang sudah sah secara hukum,” kata Yanuar.

Ia menekankan Perpres 109/2025 seharusnya dibaca sebagai instrumen harmonisasi kebijakan pusat dan daerah. Regulasi tersebut, menurutnya, justru memberi ruang agar inisiatif daerah yang telah berjalan tetap sejalan dengan kebijakan nasional.

“Jika proyek pengolahan sampah menjadi energi listrik sudah memiliki kontrak dan perjanjian jual beli listrik, maka regulasi ini justru memberi ruang agar proyek tetap dilanjutkan. Pembatalan sepihak berisiko menimbulkan sengketa hukum yang mahal bagi pemerintah,” ucap Yanuar.

Di luar aspek kepastian hukum proyek, Yanuar mengingatkan Pemkot Tangsel untuk tetap menangani kondisi darurat di TPA Cipeucang. Ia menilai solusi jangka panjang seperti PSEL dan relokasi TPA tidak boleh mengesampingkan langkah-langkah transisional demi melindungi warga sekitar.

Menurutnya, ketiadaan solusi sementara justru memperpanjang dampak pencemaran dan risiko kesehatan masyarakat.

Salah satu langkah yang dinilai mendesak adalah penetapan zona penyangga minimal 500 meter antara TPA dan permukiman. Upaya ini dipandang penting untuk menekan dampak pencemaran udara, air, dan ancaman kesehatan.

“Untuk menekan dampak pencemaran udara, air, dan risiko kesehatan,” ujar Yanuar.

Yanuar juga mendorong penguatan pengawasan terhadap arus truk pengangkut sampah agar TPA Cipeucang tidak menjadi lokasi pembuangan lintas wilayah tanpa kontrol. Selain itu, evaluasi menyeluruh terhadap UPT TPA Cipeucang dinilai perlu dilakukan, mulai dari tata kelola hingga akuntabilitas pengawasan.

“Solusi jangka panjang penting, tetapi kegagalan menghadirkan solusi sementara adalah bentuk kelalaian kebijakan,” ucap Yanuar.(*)

Halaman

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index