Istanbul, sorotkabar.com - Menteri Luar Negeri Mesir, Badr Abdelatty, membahas upaya gencatan senjata di Gaza dan Lebanon serta krisis di Sudan dalam panggilan telepon pada Minggu (3/11) dengan Menteri Luar Negeri AS, Antony Blinken.
Kedua menteri luar negeri ini membicarakan upaya untuk mencapai gencatan senjata segera di Gaza serta mengatasi semakin memburuknya kondisi kemanusiaan di wilayah tersebut, menurut pernyataan dari Kementerian Luar Negeri Mesir.
Abdelatty menegaskan kembali kecaman Mesir atas tindakan Israel yang menghalangi bantuan kemanusiaan dan memblokir Badan PBB untuk Pengungsi Palestina (UNRWA) dalam menjalankan misinya.
Ia menekankan pentingnya memperkuat Otoritas Palestina dan memperlakukan Tepi Barat dan Gaza sebagai wilayah Palestina yang terintegrasi, dengan tujuan mengakhiri pendudukan dan mendirikan negara Palestina.
Kedua pejabat juga membahas perkembangan politik dan situasi lapangan di Lebanon.
Abdelatty menekankan perlunya upaya internasional untuk segera mewujudkan gencatan senjata di Lebanon, meredakan ketegangan, melaksanakan sepenuhnya Resolusi Dewan Keamanan PBB 1701, serta menyediakan bantuan kemanusiaan sebagai respons atas krisis yang parah di Lebanon.
Resolusi 1701, yang diadopsi pada 11 Agustus 2006, menyerukan penghentian permusuhan antara Lebanon dan Israel serta pembentukan zona demiliterisasi antara Garis Biru dan Sungai Litani di Lebanon selatan yang dipatroli oleh Angkatan Darat Lebanon dan Pasukan Sementara PBB di Lebanon (UNIFIL).
Abdelatty mengutuk pelanggaran Israel ke wilayah Lebanon dan serangannya terhadap UNIFIL yang melanggar kedaulatan Lebanon dan hukum internasional.
Mengenai isu internal Lebanon, ia membahas upaya Mesir dalam mengatasi kekosongan kursi kepresidenan Lebanon, menekankan pentingnya pemilihan presiden tanpa pengaruh eksternal.
Sejak September 2022, parlemen Lebanon telah gagal 12 kali dalam memilih kepala negara.
Kedua pejabat tersebut juga membicarakan situasi yang memburuk di Sudan serta upaya yang sedang berlangsung untuk mencapai gencatan senjata dan memastikan akses kemanusiaan.
Abdelatty menekankan pentingnya menjaga lembaga-lembaga negara Sudan, mendukung integritas wilayah Sudan, dan meningkatkan bantuan kemanusiaan.
Sejak pertengahan April 2023, pertempuran antara tentara Sudan dan Pasukan Dukungan Cepat (RSF) telah menewaskan lebih dari 20.000 orang dan mengungsikan lebih dari 11 juta orang, menurut PBB.
Seruan internasional untuk mengakhiri konflik semakin meningkat, dengan jutaan orang menghadapi kelaparan dan kematian akibat kekurangan pangan yang parah di 13 dari 18 negara bagian di Sudan.(*)