Pabrik Panel Surya Terbesar Dibuka, Tetapi Harga Masih Mahal

Pabrik Panel Surya Terbesar Dibuka, Tetapi Harga Masih Mahal
Ilustrasi panel surya sebagai bentuk sumber energi baru terbarukan. (Antara/Aprillio Akbar)

Kendal,sorotkabar.com - Industri energi surya di Indonesia mencatat langkah besar dengan berdirinya pabrik solar sel dan modul panel surya terbesar di Tanah Air, milik PT Trina Mas Agra Indonesia di Kawasan Industri Kendal, Jawa Tengah.

Meski menjadi harapan baru dalam mengurangi ketergantungan impor, pemerintah mengakui bahwa tantangan masih menggunung terutama soal harga yang belum bersaing.

Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita menyoroti fakta bahwa harga panel surya lokal masih 30%-45% lebih mahal dibandingkan produk impor.

Ketimpangan ini dinilai menghambat daya saing industri dalam negeri, meskipun Indonesia tengah berambisi memenuhi target energi terbarukan hingga 52,8 GW dalam RUPTL 2025-2034.

"Harga PLTS lokal masih 30% sampai 45% lebih tinggi dibanding produk impor," tegas Agus dalam kunjungannya ke pabrik pada Kamis (19/6/2025).

Dari target tersebut, 17,1 GW diproyeksikan berasal dari PLTS, dan untuk mengejar ambisi itu, Indonesia harus memperkuat kapasitas produksi energi surya nasional.

Pabrik baru ini, yang mengintegrasikan produksi solar sel dan perakitan modul dalam satu kawasan, diharapkan dapat menjadi salah satu solusi jangka panjang.

Namun, Agus menekankan bahwa pendirian pabrik bukanlah solusi tunggal. Ketergantungan terhadap komponen impor dan mahalnya biaya produksi lokal masih menjadi “PR” besar jika Indonesia ingin mewujudkan kemandirian energi surya.

Sementara itu, Wakil Presiden Direktur PT Trina Mas Agra Indonesia Lokita Prasetya menjelaskan, pabrik tersebut memiliki kapasitas awal 1 GW per tahun, dengan potensi produksi mencapai 720 Wp per panel. Dalam jangka panjang, kapasitas itu ditargetkan meningkat hingga 3 GW per tahun.

Dengan nilai investasi sebesar Rp 1,5 triliun, pabrik ini diyakini akan mendukung pengembangan PLTS nasional dan sekaligus menumbuhkan ekosistem energi baru terbarukan.

Lokita optimistis seiring dengan tumbuhnya pasar dan peningkatan skala produksi, biaya penyediaan energi surya akan turun dan kualitas meningkat.

Meski begitu, para pelaku industri dan pembuat kebijakan dituntut untuk bergerak lebih cepat.

Tanpa insentif konkret dan dukungan rantai pasok dalam negeri yang solid, Indonesia masih bisa terus tertinggal dalam perlombaan energi bersih di kawasan Asia.(*) 
 

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index