Kontestasi Pemilihan Kepala Daerah, baik Gubernur/Wakil Gubernur, Bupati/Wakil Bupati, Walikota/Wakil Walikota serentak diseluruh Indonesia segera di mulai. Panasnya suhu perebutan kekuasaan sudah terasa.
Elit partai politik memasang strategi dengan menyiapkan kader-kader terbaik untuk disiapkan menjadi pemimpin daerah. Belum lagi dimulai proses pencalonan, pembicaraan Pilkada ini sudah mulai dibahas di warung-warung kopi. Media pun tak kalah ketinggalan untuk membahas dan memantau perkembangan tahapan pilkada. Termasuk menganalisa kemungkinan-kemungkinan koalisi partai pengusung atau partai pendukung para kandidat.
Aroma pertarungan para elit kian hari kian gencar terlihat. Para kandidat sudah mulai memasang kuda-kuda. Ada yang masih kompak seiring sejalan. Ada pula yang sudah terang-terangan menyatakan berpisah. Hubungan yang dulu akur kini mulai merenggang. Dahulu kemana-mana selalu mesra dalam koalisi, sekarang muka pun enggan tersenyum menyapa.
- Baca Juga Seminar Nasional Prodi Magister TBI
Hal ini memang biasa terjadi di dunia politik. Dalam politik tidak ada kawan atau musuh yang abadi. Yang abadi hanyalah kepentingan. Sepanjang masih dalam kepentingan bersama, maka hubungan akan selalu mesra. Jadi jangan heran kalau kita melihat ada partai awalnya berkoalisi kini memisahkan diri.
Setiap kali Pilkada digelar, sering kita mendengar istilah Black Campaign dan Negative Campaign. Banyak diantara kita yang tidak mengetahui arti dan perbedaannya. Black Campaign dan Negative Campaign ini biasanya dilakukan oleh para kandidat dan tim sukses untuk menjatuhkan lawan – lawan politiknya.
Black Campaign jika diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia, berarti kampanye hitam dan Negative Campaign berarti kampanye negative. Dalam perhelatan pilkada, kedua hal ini biasa terjadi. Media social, media cetak dan elektronik adalah sarana paling ampuh untuk membuat kedua istilah tersebut.
Black Campaign atau Kampanye hitam adalah kampanye dengan cara menjelek-jelekan lawan politik, membuat isu-isu yang tidak beradasar yang berisikan fitnah, kebohongan tentang lawan politik.
Termasuk disini adalah mengadu domba, menghasut, atau menyebarkan berita bohong yang dilakukan oleh seorang calon atau tim suksesnya terhadap calon yang lain. Sedangkan Negative Campaign atau kampanye negative adalah kampanye yang berisikan hal-hal negative atau kejelekan-kejelekan serta kekurangan yang dimiliki oleh salah satu calon..
Kalau kampanye hitam itu adalah bersifat bohong yang sengaja diciptakan untuk menjatuhkan lawan politik, maka kampanye negative berisikan fakta-fakta atau kejadian yang sebenarnya. Tetapi kejadian itu adalah yang bersifat jelek dan negative, sehingga dengan kejelekan dan negative yang dimiliki oleh calon tersebut akan mempengaruhi pemilih untuk memilihnya.
Beberapa alasan bagi pelaku mengapa melakukan kampanye hitan dan kampanye negative adalah untuk menjatuhkan nama baik lawan sehingga tidak didukung oleh masyarakat dan pemilih, mematikan karakter lawan karena akan membuka aib, kemudian untuk menurunkan elektabilitas calon.
Kampanye hitam di media social dapat di jerat dengan Undang-undang Nomor 1 tahun 2024 tentang Perubahan Kedua Atas UU Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik, tepatnya pasal 28 ayat (2) dan (3) yang menyatakan :
Ayat 2
Setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang sifatnya menghasut, mengajak atau memengaruhi orang lain sehingga menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan terhadap individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu, etnis, warna kulit, disabilitas mental atau disabilitas fisik.
Ayat 3
Setiap orang dengan sengaja menyebarkan informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang diketahuinya memuat pemberitahuan bohong yang menimbulkan kerusuhan di masyarakat.
Untuk ancaman bagi pelaku kampanye hitam tersebut diatur di dalam Pasal 45 A ayat (2) dan (3) Undang-undang yang sama yang menyatakan setiap orang yang sengaja melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud Pasal 28 ayat (2) dan (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1000.000.000,- (satu milyar rupiah).
Berbeda dengan kampanye hitam, kampanye negative tidak mempunyai konsekwensi hukum apapun.
Kampanye negative berisikan fakta tentang kekuarangan dan kelemahan sang calon. Sepanjang sesuai dengan fakta maka kampanye negative tidak bisa ditindak secara hukum. Kampanye negative ini tujuan utamanya adalah untuk mempengaruhi pemilih agar tidak memilih sang calon karena mempunyai kekurangan. Dalam hal terjadi kampanye negatif, maka pihak yang diserang dapat membalas dengan mengeluarkan data-data yang valid atau argument yang dapat membela posisinya.
Kampanye hitam dan kampanye negative ini tentu saja sangat berbahaya dan sangat tidak medidik masyarakat dan cenderung menciderai demokrasi. Bisa saja calon yang punya kapasitas, baik dan jujur tetapi terkena kampanye hitam dan kampanye negative sehingga tidak terpilih. Dan lebih parah lagi kedua kampanye ini bisa menimbulkan perpecahan di tengah-tengah masyarakat. Oleh karena itu kedua kampanye ini harus dilarang.
Untuk mengantisipasi terjadinya kampanye hitam dan kampanye negative, maka diharapkan kepada semua pemangku kepentingan, baik penyelenggara yakni KPU dan Bawaslu, pemerintah daerah, tokoh-tokoh masyarakat serta aparat penegak hukum harus bersama – sama bahu membahu menyatakan perang terhadap kampanye hitam dan kampanye negative. Berikan pemahaman kepada masyarakat tentang bahaya kampanye yang demikian.
Partai politik, para calon beserta tim sukses juga harus berkomitmen untuk tidak saling menjatuhkan dengan melakukan kampanye hitam dan kampanye negative ini. Bertarung secara fair dan sehat, berikan pendidikan politik kepada masyarakat, sehingga dengan demikian diharapkan demokrasi akan berjalan secara baik dan akan terpilih kepala daerah yang memang baik dan jujur serta mempunyai kapasitas dan kemampuan untuk mensejahterakan masyarakat.
Oleh:
MAYANDRI SUZARMAN, SH.MH
Hakim Pengadilan Negeri Padang Kelas 1A
Anak Lubuk Jambi Asli (ALJA)