Pekanbaru, sorotkabar.com – Pelaku usaha skala rumah tangga arang batok kelapa di Riau menghadapi kesulitan akibat kelangkaan bahan baku yang telah berlangsung selama setahun terakhir.
Kondisi ini menyebabkan produksi mereka menurun drastis. "Sudah setahun ini bahan baku batok kelapa sulit didapat. Kalau pun ada, harganya sudah melambung tinggi, sekarang mencapai Rp80 ribu hingga Rp100 ribu per keranjang.
Padahal, dua tahun lalu masih berkisar Rp25 ribu hingga Rp30 ribu per keranjang," ujar Dedi Musriadi (35), pelaku usaha arang batok kelapa di Desa Kubang Jaya, Kecamatan Siak Hulu, Kampar, Rabu (12/3/2025).
Untuk mempertahankan usahanya, Dedi terpaksa mencari batok kelapa ke pasar-pasar dan menjalin kerja sama dengan pengusaha santan kelapa. "Kalau tidak begitu, saya tidak akan dapat bahan baku.
Sekarang sangat sulit mendapatkan batok kelapa. Informasi yang saya terima, banyak batok kelapa yang diekspor ke luar negeri, dan ini membuat kami kesulitan," keluhnya. Karena keterbatasan bahan baku, produksi arang batok kelapa yang biasanya bisa mencapai 10 drum per hari kini hanya tersisa dua drum.
"Kalau bahan bakunya cukup, kami bisa membuat tungku bakar besar seperti rumah penguin, asalkan bahan bakunya tersedia dalam jumlah ton-an," jelasnya. Senada dengan Dedi, pengusaha santan kelapa, Anto, juga mengaku mengalami penurunan produksi akibat kelangkaan kelapa. "
Kelapa sekarang banyak dibawa ke luar negeri. Dari Tembilahan, Aceh, Medan, Sumbar, dan Kalimantan, kelapanya banyak dikirim lewat kapal ke luar negeri. Ini yang membuat kita semakin sulit mendapatkan pasokan," ungkapnya.
Dedi dan Anto berharap pemerintah segera turun tangan mengatasi persoalan ini, terutama bagi mereka yang merupakan pengusaha skala kecil. "Sekarang, untuk makan dan menyekolahkan anak saja sudah syukur.
Kami berharap pemerintah mencari solusi agar bahan baku kelapa tidak terus-menerus diekspor ke luar, sehingga kami tetap bisa menjalankan usaha," harap Dedi.
Ketua Bidang Industri Aneka Produk Kelapa Himpunan Industri Pengolahan Kelapa Indonesia (HIPKI), Dippos Naloanro, mengonfirmasi bahwa lonjakan ekspor kelapa bulat dari Indonesia ke negara-negara seperti China, Vietnam, Thailand, dan Malaysia menjadi pemicu kelangkaan bahan baku di dalam negeri.
"Kelapa segar yang diekspor langsung dari kebun petani kini sulit diakses oleh industri lokal. Jika tren ini berlanjut, Indonesia bisa kehilangan potensi devisa dari produk turunan kelapa," tegasnya.
Masalah serupa juga dihadapi oleh Himpunan Pengusaha Briket Arang Kelapa Indonesia (HIPBAKI).
Ketua Umum HIPBAKI, Basuki, menyatakan bahwa anggota organisasinya sudah lama mengalami kesulitan dalam memperoleh arang batok kelapa, bahan utama untuk produksi briket.
"Jika ekspor kelapa bulat tidak segera diatur, industri lokal akan kesulitan bersaing dengan pembeli internasional yang membeli langsung dalam jumlah besar dari petani," ujarnya. Arang batok kelapa memiliki berbagai manfaat, baik di sektor rumah tangga maupun industri.
Selain digunakan sebagai bahan bakar untuk memasak dan mengeringkan, arang batok juga dapat digunakan dalam pengolahan limbah cair dan padat, pupuk alami, hingga media tanam. Dalam dunia kesehatan, arang batok kelapa diketahui mampu menyerap racun, mengatasi diare, sakit perut, serta mengobati luka bakar.
Di sektor industri, arang batok kelapa digunakan sebagai bahan baku dalam industri tekstil, kertas, serta pengolahan air dan udara. Produk ini juga berperan dalam mengurangi emisi gas rumah kaca serta mengurangi limbah industri. (*)