Kolaborasi PHR Kembangkan Bandar Bakau Dumai Jadi Magnet Wisatawan

Kolaborasi PHR Kembangkan Bandar Bakau Dumai Jadi Magnet Wisatawan
Foto: Kafe dan homestay KUB Redam Piloe yang berlokasi di Bandar Bakau Dumai (Ist)

Pekanbaru, sorotkabar.com - Di pesisir Kota Dumai, dimana hiruk pikuk industri dengan keindahan alam pesisir berpadu, sebuah kisah inspiratif tengah berkembang.

Program Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (TJSL) PT Pertamina Hulu Rokan telah membuahkan hasil, khususnya dalam pemberdayaan masyarakat di sekitar kawasan mangrove Bandar Bakau Dumai.
Melalui program ini, sekelompok masyarakat dan anak muda pecinta alam Kelompok Usaha Bersama (KUB) Redam Piloe telah berhasil mentransformasi kawasan tersebut menjadi sebuah destinasi wisata edukasi yang menarik. Bermodal semangat juang yang tinggi dan dukungan dari PHR bersama mitranya Rimba Satwa Foundation (RSF).

Lewat kolaborasi itu, mereka berhasil membangun 2 kafe dan 1 homestay yang unik dan nyaman berada di hutan bakau secara swadaya. Ketiga bangunan ini bukan sekadar tempat untuk bersantai, melainkan juga cerminan dari kreativitas dan kemampuan mereka dalam mengelola usaha yang kini menjadi lokasi edukasi.

Awalnya, kawasan Bandar Bakau hanyalah hutan mangrove biasa. Namun, berkat program TJSL PHR, kawasan ini kini menjadi pusat edukasi.

Penanggungjawab Kelompok Tani Hutan (KTH) Bandar Bakau Dumai, Darwis Mohd Saleh dan Vicky Abdurahman sebagai warga setempat sekaligus ketua KUB Redam Piloe yang menggerakan pemuda sekitar telah berperan penting, mereka merupakan salah satu tokoh kunci kelestarian Bandar Bakau Dumai. Mereka bersama para pemuda tersebut terus merawat dan menjadikan lokasi hutan mangrove itu asri dan terjaga.

PHR berperan penting dalam membangun infrastruktur dasar seperti jalur tracking dan sarana toilet, serta memberikan bantuan berupa satu set mesin kopi untuk KUB Redam Piloe. Meski demikian, ide kreatif dan semangat kewirausahaan anak muda inilah yang menjadi kunci keberhasilan.

"Kami melihat potensi besar dari kawasan ini. Dengan dukungan PHR, kami bisa mewujudkan mimpi kami untuk membangun tempat yang tidak hanya bermanfaat bagi lingkungan, tetapi juga memberikan dampak ekonomi bagi masyarakat sekitar," ujar Vicky Abdurrahman, pemuda penggerak KUB Redam Piloe.

Kafe dan homestay yang dibangun oleh anak-anak muda ini menawarkan pengalaman yang berbeda bagi pengunjung. Selain menikmati keindahan alam mangrove, pengunjung juga bisa belajar tentang pentingnya menjaga kelestarian lingkungan.

Kafe-kafe ini menyajikan menu-menu yang kekinian, sementara homestay menyediakan akomodasi yang nyaman bagi para wisatawan yang ingin menginap di pesisir pantai. Harga yang ditawarkan pun terbilang terjangkau yakni Rp 300.000 per malam

"Kami ingin menunjukkan bahwa konservasi dan ekonomi bisa berjalan beriringan. Dengan mengembangkan wisata berbasis alam, kami berharap bisa meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya menjaga lingkungan," tambah Vicky.

Motivasi awal keterlibatan mereka yang tergabung dalam KUB di Bandar Bakau Dumai tetap pada misi menjaga lingkungan, khususnya hutan mangrove ini. KUB ini dikelola sekitar 19 anak muda setempat.

Adapun jenis unit bisnisnya seperti dua kafe yakni, Titikreda dan Redam Piloe Resto yang menjual aneka cemilan dan hidangan utama. Ada pula babershop dan homestay tersebut. Rata-rata omzet dari semua unit bisnis yang dikelola KUB ini bervariasi.

"Secara finansial, alhamdulillah masih masuk. Konsep kita outdoor.

Jadi kalau musim hujan omzetnya sekitar Rp8 juta. Kalau musim lagi bagus, bisa lebih dari Rp10 juta per bulannya (di luar penjualan bibit mangrove)," tuturnya, saat diwawancarai media beberapa waktu lalu.

Kisah sukses anak-anak muda di Bandar Bakau ini memberikan banyak pelajaran berharga. Pertama, program TJSL PHR telah membuktikan bahwa dengan dukungan yang tepat, masyarakat lokal mampu menciptakan perubahan yang signifikan.

Kedua, semangat kewirausahaan dan kreativitas anak muda merupakan aset yang sangat berharga bagi pembangunan daerah. Ketiga, konservasi lingkungan tidak hanya bermanfaat bagi alam, tetapi juga bisa memberikan dampak ekonomi yang positif..

Keberhasilan program TJSL PHR di Bandar Bakau Dumai menjadi inspirasi. Dengan pendekatan yang tepat, program-program serupa dapat dikembangkan untuk memberdayakan masyarakat dan melestarikan lingkungan.

Ke depan, diharapkan semakin banyak anak muda yang terinspirasi untuk mengikuti jejak anak-anak muda di Bandar Bakau dan berkontribusi dalam pembangunan yang berkelanjutan.

"Bandar Bakau Dumai ini merupakan salah satu program TJSL PHR pada pilar lingkungan.

Kami optimis, kerja sama PHR dan RSF sebagai mitra pelaksana ini dapat membuatkan hasil yang maksimal, terutama untuk perkembangan Bandar Bakau sebagai pusat wisata dan edukasi mangrove di pesisir Riau," kata Manager CSR PHR, Pandjie Galih Anoraga.

Selain menjadi magnet wisatawan edukasi, Bandar Bakau Dumai juga memantik wisatawan mancanegara dan ilmuwan luar negeri. Seperti Rusia, Montenegro, Jepang, dan Malaysia, untuk melihat dan mempelajari ekosistem mangrovenya.

Selain itu, dari 20 hektare hutan mangrove ini telah mengurangi emisi karbon hingga 1.268 ton CO2Eq atau setara dengan emisi dari 845 mobil diganti menjadi hutan mangrove ini telah memiliki simpanan karbon sebesar 199,86 ton/Ha. Mangrove dikenal sebagai tanaman yang sangat efektif dalam menyerap CO2.

Baru-baru ini, survei mengungkap adanya Kucing Bakau endemik dan Lutung Kelabu yang merupakan fauna dilindungi oleh IUCN, serta burung migrasi dari luar negeri berkunjung ke kawasan ini.

Pada tahun ini PHR sudah menanam 1.800 bibit mangrove yang ditanam secara bersama-sama dengan RSF, KTH Bandar Bakau, dan KUB Redam Piloe.

"Selain mengurangi emisi karbon dan meningkatkan pendapatan ekonomi warga lokal, program Bandar Bakau Dumai ini juga membantu menjaga ekosistem flora dan fauna," kata Pandjie.(*) 
 

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index