Jakarta,sorotkabar.com — Di tengah berkembangnya industri film nasional yang makin produktif, Badan Perfilman Indonesia (BPI) justru mengungkap fakta mencengangkan: Indonesia termasuk negara dengan jumlah bioskop paling sedikit di kawasan ASEAN.
Hanya ada 2.375 layar dari 496 bioskop di seluruh negeri, padahal jumlah penduduk sudah menembus 283 juta jiwa.
Dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi VII DPR RI di Kompleks Parlemen, Sekretaris Umum BPI Judith Dipodiputro mengatakan bahwa rasio layar bioskop di Indonesia saat ini hanya 0,76 layar per 100.000 penduduk — jauh tertinggal dibandingkan Singapura atau Thailand.
“Dengan populasi sebesar ini, idealnya Indonesia memiliki 10.000 layar bioskop. Artinya, kita masih kekurangan sekitar 7.000 layar untuk memenuhi kebutuhan hiburan masyarakat,” ujar Judith, Kamis (6/11/2025).
Menurut Judith, kondisi tersebut menunjukkan adanya kesenjangan besar dalam akses terhadap hiburan dan budaya populer di berbagai wilayah, terutama di luar Pulau Jawa. “Banyak daerah di Indonesia yang bahkan tidak memiliki satu pun bioskop. Akibatnya, film nasional hanya berputar di kota-kota besar,” tambahnya.
Selain keterbatasan jumlah bioskop, BPI juga menyoroti masalah pembajakan yang masih marak di platform daring maupun fisik. Judith meminta agar Polri membentuk satuan tugas khusus untuk memberantas praktik ilegal tersebut.
“Kerugian akibat pembajakan sangat besar. Bukan hanya bagi produser dan pekerja film, tapi juga bagi negara yang kehilangan potensi pajak,” tegasnya.
Dalam kesempatan itu, BPI juga mengusulkan agar pemerintah mempermudah akses investasi dan perizinan pembangunan bioskop, khususnya di daerah-daerah yang belum tersentuh jaringan ritel film besar.
“Kami mendorong kebijakan yang membuka peluang investor lokal maupun asing untuk membangun bioskop skala menengah di kabupaten dan kota kecil. Akses hiburan itu bagian dari pembangunan kebudayaan,” ujar Judith.
Selain itu, BPI menyoroti perlunya dukungan pembiayaan dan pelatihan bagi pelaku industri film. Saat ini, Indonesia memproduksi sekitar 285 film per tahun dari 140 rumah produksi, tetapi sebagian besar sumber daya manusianya masih terpusat di Jakarta dan sekitarnya.
“BPI bekerja sama dengan sejumlah perguruan tinggi untuk memperkuat kapasitas SDM perfilman di daerah. Namun, perlu kebijakan nasional agar pelatihan dan pendanaan lebih merata,” katanya.
Judith juga mengingatkan, tanpa pemerataan akses bioskop dan penanganan serius terhadap pembajakan, pertumbuhan industri film Indonesia akan stagnan.
“Film Indonesia sedang bangkit, tapi kalau infrastruktur pemutarannya tertinggal, pertumbuhan ini bisa terhambat. Film bagus tidak akan berarti jika tidak bisa ditonton masyarakat luas,” ujarnya menutup.(*)