Banyak Pabrik di Wilayah Pemukiman, Kuansing Potensi Darurat Pencemaran Udara dan Sungai

Senin, 15 September 2025 | 21:40:06 WIB
Ilustrasi: SorotKabar.com

Kuansing,sorotkabar.com - Ada sejumlah pabrik kelapa sawit (PKS) yang berdiri leluasa di tengah pemukiman masyarakat. Mereka dengan mudah mendapati izin pembangunan dan pengoperasian pabrik tanpa memperhatikan keberadaan masyarakat sekitar.

Dalam kurun 4 tahun terakhir, pabrik-pabrik sawit menjamur di tengah masyarakat Kuantan Singingi (Kuansing). Hampir tersebar di sebagian besar wilayah Kuansing. Ada yang di Singingi Hilir, Singingi, Kuantan Tengah, Sentajo Raya, Pangean, Kuantan Mudik, Inuman dan Cerenti.

Kondisi PKS yang menjamur di tengah masyarakat, mantan anggota DPRD Riau, Mardianto Manan turut angkat bicara melihat situasi yang tidak baik-baik saja ini.

Karena menurutnya, keberadaan PKS ini mengakibatkan Kuansing berpotensi menjadi darurat pencemaran, seperti polusi, dan juga darurat pencemaran sungai secara massal.

"Coba kita melintasi jalan lintas di Kuansing ke arah Pekanbaru, bau menyengat pasti terasa. Ini tiap hari. Ditambah lagi kemarin, banyak info dari warga soal ikan banyak yang mati dan sungai yang tercemar. Keluhan ini akan terus kita dengar selagi pabrik itu beroperasi," kata Mardianto kepada CAKAPLAH.com menanggapi soal polusi udara yang dikeluhkan warga Pangean, Senin (15/9/2025).

Dan begitu pula dengan yang dirasakan warga Pangean sekarang. Bau busuk menyengat seperti baunya janjangan kosong (Jangkos) ini akan terus dirasakan. Selagi dua pabrik yang ada di Sako Pangean dan di Jalur Patah Sentajo Raya itu beroperasi.

"Sekarang warga mengeluh soal bau busuk. Lama kelamaan, air sungai yang akan dikeluhkan. Karena kita tahu, pabrik-pabrik itu berdampingan dengan anak-anak sungai yang melintasi pemukiman," katanya.

Begitupula dirasakan warga di Inuman sekitarnya. Keberadaan pabrik, baik yang sudah beroperasi, maupun yang sedang dibangun ini juga nantinya akan mendapat keluhan yang sama dengan warga di tempat lain.

"Kalau kita analisa, Kuansing ke depan akan alami darurat polusi, dan pencemaran sungai. Kita tinggal menunggu saja. Tapi mudah-mudahan tidak," ujarnya.

Mantan Ketua Forum Daerah Aliran Sungai (DAS) Provinsi Riau ini menilai, pemberian izin terhadap PKS di Kuansing tidak memperhatikan dampak lingkungan dan aspek sosial budaya.

"Izin kami lihat mudah didapat. Tentu kita jadi curiga. Jangan jangan...Makanya, sekarang perlahan-lahan kita merasakan dampak dari izin yang mengabaikan keberadaan masyarakat itu," katanya.

Diketahui, membangun atau mengoperasikan pabrik di tengah pemukiman, besar kemungkinan melanggar aturan, terutama jika menimbulkan gangguan, polusi, atau bahaya bagi lingkungan sekitar, seperti yang diatur dalam undang-undang perumahan dan lingkungan hidup.

Ini bisa merujuk pada Pasal 49 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman, yang menyatakan bahwa kegiatan usaha tidak boleh menyebabkan tidak terpeliharanya perumahan dan lingkungan hunian. Aturan lain yang berpotensi dilanggar dengam merujuk undang-undang yang mengatur tentang Izin Gangguan (HO), yang juga bertujuan untuk mencegah dan menanggulangi dampak negatif kegiatan usaha.

Pemkab Harus Bertanggungjawab

Tokoh Muda Pangean, Syakban Hafizul Haq, S.Sos menilai, pemberian izin kepada pabrik yang berada di tengah pemukiman tidak terlepas dari kebijakan pemerintah daerah. Terutama para pengambil kebijakan.

"Kalau memang ini menyalahi, kami juga mempertanyakan Bupati Kuansing yang dengan mudah memberikan izin kepada pabrik. Ini juga akibat dari izin yang Ia terbitkan. Bupati juga harus bertanggungjawab dengan pencemaran ini," kata Ketua Pemuda Pangean, Syakban Hafizul, S.Sos, terpisah.

Sementara itu, Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kuansing, Deflides Gusni melalui Kepala Bidang Tata Lingkungan DLH Kuansing Gunawan Nurdianto yang dimintai tanggapannya perihal banyaknya pemberian izin kepada pabrik di kawasan pemukiman, menjelaskan kronologisnya.

Terkait lokasi usaha dan/atau kegiatan terutama kegiatan PKS yg berada di tengah pemukiman. Bahwa dalam penerbitan perizinan yang pertama, katanya, harus mendapatkan Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang (PKKPR) dari dinas PUPR, yang lokasinya tersebut sudah disetujui berada di lokasi sesuai dengan peruntukannya dengan melibatkan beberapa Instansi, seperti BPN, Dinas Perkebunan, Dinas Perhubungan, DLH, Camat dan Kades setempat.

"Syarat untuk mendapatkan persetujuan lingkungan dari DLH, bahwa lokasi usaha wajib memiliki PKKPR," tegas Gunawan.

Terkait dengan jarak dengan permukiman, katanya, tidak diatur berapa jarak minimal, kecuali untuk kawasan Industri. Sementara di Kuansing, katanya, belum ada penetapan kawasan industri.

"Namun terhadap dampak dari usaha dan/atau kegiatan PKS diatur oleh peraturan yang mengikat seperti Air Limbah, Emisi, Kebauan, Limbah B3. Seluruhnya ada baku mutu yang wajib ditaati. Jika melanggar, maka akan dikenakan sanksi sesuai dengan peraturan perundangan," jelasnya.

Dan DLH, katanya, melalukan pengawasan melalui 2 skema yaitu pengawasan reguler dilakukan 2 kali setahun dan pengawasan insidentil, yaitu jika terjadi kasus pencemaran.

"Terhadap temuan lapangan yang tidak sesuai dengan regulasi, maka dikenakan sanksi sesuai dengan peraturan perundangan," tegasnya menjawab CAKAPLAH.com, Senin (15/9/2025) siang.(*)

Halaman :

Terkini