Gunungkidul,sorotkabar.com – Momen langka terjadi di Pantai Ngandong, Padukuhan Sidorejo, Tepus, Kabupaten Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Puluhan tukik atau anak penyu yang baru menetas terlihat berjuang keluar dari pasir pantai untuk kembali ke habitat alaminya di lautan lepas.
Kejadian itu tak hanya mengundang decak kagum wisatawan, tetapi juga menyentuh hati masyarakat dan pemerhati lingkungan.
Awalnya, warga sekitar hanya menemukan satu ekor tukik yang keluar dari balik pasir. Namun, setelah diperiksa lebih lanjut, sarang tukik ternyata menyimpan 63 ekor anak penyu yang sudah siap menuju kehidupan barunya di laut.
Mereka adalah penyu lekang atau Lepidochelys olivacea, salah satu jenis penyu yang masih bertahan hidup di perairan tropis Indonesia, termasuk kawasan selatan Gunungkidul.
Temuan sarang tukik ini segera dilaporkan ke Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Gunungkidul. Bersama warga dan wisatawan yang sedang berkunjung, DKP menginisiasi pelepasan tukik secara langsung ke laut. Kegiatan ini sekaligus menjadi momentum edukasi mengenai pentingnya pelestarian penyu dan ekosistem pesisir.
Salah satu pengunjung yang ikut dalam kegiatan pelepasan tukik, mengungkapan bahwa pelepasan ini merupakan pengalaman pertamannya melihat sendiri tukit tukit ini berjuang untuk sampai ke laut.
“Saya lihat sendiri tukik-tukik itu berjuang, ada yang jatuh ke lubang, ada yang nyasar ke batu, tapi akhirnya mereka bisa sampai ke laut. Rasanya seperti menyaksikan keajaiban kecil di pagi hari,” kata Christoper Arya Kuncara Jati, mahasiswa UGM di Gunungkidul, Kamis (7/8/2025).
Kehadiran tukik di Pantai Ngandong menjadi pengingat di balik keindahan pantai dan geliat pariwisata, tersimpan kehidupan liar yang masih berjuang bertahan. Penyu lekang, yang selama ini tersembunyi dari sorotan, kini muncul dan memberikan harapan baru untuk konservasi.
Kegiatan pelepasan tukik ini bukan hanya ritual simbolik, tetapi juga bentuk nyata dari keterlibatan masyarakat dalam menjaga warisan ekologi. Karena siapa tahu, beberapa tahun mendatang, salah satu dari tukik itu akan kembali berenang ribuan mil, hanya untuk bertelur di pasir yang sama, di Gunungkidul.
Penyu lekang dikenal sebagai penyu dengan pola bertelur massal, atau arribada, meski tidak seumum penyu hijau di Indonesia. Di Gunungkidul, kemunculannya tergolong jarang.
Berdasarkan data DKP Gunungkidul, terakhir kali penyu mendarat untuk bertelur tercatat pada tahun 2019. Peristiwa ini menunjukkan kemampuan adaptasi penyu terhadap lingkungan yang kini ramai oleh aktivitas wisata.
“Ini kabar baik, karena secara umum penyu bertelur di tempat yang steril dari manusia. Tapi di sini, mereka tetap memilih bertelur di pantai yang kini jadi destinasi wisata. Ini menunjukkan potensi hidup berdampingan antara alam dan manusia,” ungkap Kepala Bidang Tangkapan Laut DKP Gunungkidul, Wahid Supriyadi.
Wahid menambahkan bahwa ke depan, perlu sinergi antara warga, nelayan, pelaku wisata, dan pemerintah untuk menjaga ekosistem penyu. Pantai-pantai di Gunungkidul seperti Ngandong, Drini, hingga Wediombo memang diketahui menjadi jalur migrasi dan habitat bertelur penyu, namun masih minim pengawasan dan perlindungan.
“Penyu lekang merupakan spesies penyu yang termasuk dalam daftar Appendix I CITES dan terancam punah menurut IUCN. Keberadaannya di pesisir selatan DIY harus dijaga melalui pendekatan konservasi dan edukasi yang melibatkan warga lokal dan wisatawan,” pungkas Wahid.(*)