Mahasiswa Tiongkok Tetap Bisa Kuliah di AS

Kamis, 12 Juni 2025 | 20:31:25 WIB
Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump. (Antara/Anadolu/PY)

Washington,sorotkabar.com – Presiden Donald Trump mengumumkan melalui platform Truth Social pada Rabu (11/6/2025),  Amerika Serikat dan Tiongkok telah mencapai kesepakatan kerangka kerja baru.

Kesepakatan ini mencakup pasokan mineral tanah jarang dan magnet dari China yang krusial bagi industri AS, serta izin bagi mahasiswa Tiongkok untuk tetap menempuh pendidikan di universitas-universitas AS.

Washington yang sebelumnya mengancam akan mencabut visa mahasiswa Tiongkok, kini mengonfirmasi bahwa mahasiswa dari China akan tetap diizinkan belajar di perguruan tinggi AS. Keputusan ini penting karena mahasiswa internasional, khususnya dari Tiongkok, merupakan sumber pendapatan utama bagi banyak universitas di Amerika.

Pengumuman ini disampaikan hanya beberapa jam setelah negosiator utama kedua negara mengumumkan hasil pembicaraan maraton selama dua hari di London pada Selasa (10/6/2025) malam.

"Kesepakatan kita dengan Tiongkok sudah tuntas," tulis Trump.

"Masih menunggu persetujuan akhir dari Presiden Xi (Jinping) dan saya," lanjutnya.

Meskipun demikian, pasar saham AS merespons dengan tenang, dengan indeks S&P 500 dan Dow bergerak datar, sementara Nasdaq mengalami sedikit kenaikan pada perdagangan pagi.

Perjanjian tersebut mencakup komitmen China untuk memasok magnet dan tanah jarang dalam jumlah penuh, yang digunakan dalam berbagai sektor penting seperti kendaraan listrik, turbin angin, hard drive, dan sistem rudal.

Langkah ini menjadi signifikan karena sebelumnya Beijing memperketat ekspor tanah jarang sejak April lalu dengan mewajibkan eksportir memperoleh lisensi, yang dipandang sebagai respons atas tarif tinggi dari Washington.

Menteri Perdagangan AS Howard Lutnick menyatakan sanksi yang diterapkan atas keterlambatan pasokan kemungkinan akan dilonggarkan menyusul komitmen baru China untuk mempercepat proses lisensi.

Trump menambahkan bahwa sebagai bagian dari kesepakatan, AS akan mengenakan tarif 55% atas barang-barang asal China.

Tarif ini merupakan gabungan dari pungutan tambahan 30% dan tarif rata-rata yang telah berlaku sebelumnya. Sementara itu, China akan mengenakan tarif 10% terhadap barang-barang asal AS.

Dalam pernyataan resmi yang dirilis pemerintah China pada Rabu, Wakil Perdana Menteri He Lifeng, yang memimpin delegasi Beijing, menekankan pentingnya memperkuat kerja sama dan mengurangi kesalahpahaman dalam dialog selanjutnya.

"Kedua pihak harus terus meningkatkan konsensus dan memperkuat komunikasi," ujar He Lifeng.

Perwakilan Perdagangan Internasional Tiongkok, Li Chenggang, menambahkan bahwa dialog berlangsung secara profesional, rasional, mendalam, dan jujur.

Kesepakatan ini muncul di tengah sorotan tajam dari kelompok hak asasi manusia terkait praktik kerja paksa di wilayah Xinjiang.

Laporan dari lembaga Global Rights Compliance yang berbasis di Belanda menyebut bahwa sejumlah merek global seperti Avon, Walmart, Nescafé, Coca-Cola, dan Sherwin-Williams berisiko terlibat dalam rantai pasokan yang menggunakan titanium dan mineral lainnya dari Xinjiang.

Laporan itu mengungkap adanya 77 pemasok China di sektor titanium, litium, berilium, dan magnesium yang beroperasi di wilayah tersebut dan diduga berpartisipasi dalam program pemindahan tenaga kerja oleh pemerintah Tiongkok.

Program ini dinilai sebagai bentuk kerja paksa terhadap warga Uighur dan minoritas Turki lainnya.

Menanggapi laporan itu, Kementerian Luar Negeri China membantah keras, menyatakan tidak ada yang dipindahkan secara paksa dalam program kerja pemerintah di Xinjiang.(*) 
 

Terkini