Dari Kebun Kelapa ke Hutan Mangrove, Upaya M4CR Menyelamatkan Pesisir Kuala Selat yang Terkikis Abrasi

Dari Kebun Kelapa ke Hutan Mangrove, Upaya M4CR Menyelamatkan Pesisir Kuala Selat yang Terkikis Abrasi
Kepala Desa Kuala Selat, Nurjaya saat menjelaskan tentang situasi matinya ribuan pohon kelapa akibat air laut yang merangsek masuk di desa yang dia pimpin, Kuala Selat, Kamis (25/9/2025). (foto: afrila yobi/goriau.com)

Kuala Selat,sorotkabar.com – Hamparan tanah lumpur yang luas, diselingi oleh tunggul-tunggul pohon kelapa yang tak lagi berdaya, menyisakan kesan pilu di Desa Kuala Selat, Kabupaten Indragiri Hilir, Riau.

 Ribuan batang kelapa yang pernah menjadi tumpuan hidup warga kini mati, tergantikan oleh genangan air payau yang meresap ke dalam tanah gambut. Perubahan tragis ini bermula dari jebolnya tanggul desa pada 2021 silam, yang membuka jalan bagi abrasi dan intrusi air laut merangsek masuk.

Di atas lahan seluas 429 hektar yang sebelumnya merupakan kebun kelapa produktif itulah, sejumlah upaya rehabilitasi mulai digalakkan. Program Mangroves for Coastal Resilience (M4CR) atau Mangrove untuk Perlindungan Pesisir dan Kesejahteraan Masyarakat, menanam sekitar 1.700 bibit mangrove pada Oktober 2024. Penanaman ini merupakan bagian dari target rehabilitasi 145.000 hektar mangrove di Riau untuk mengembalikan fungsi ekologisnya.

"Rehabilitasi ini upaya kita untuk melindungi 3.000 hektar kebun kelapa yang masih tersisa," ujar PPIU Manager M4CR Provinsi Riau, M. Arif Fahrurozi, saat meninjau lokasi, Kamis (25/9/2025). Menurutnya, mengalihfungsikan lahan dari kebun kelapa yang sudah rusak menjadi hutan mangrove adalah satu-satunya cara yang realistis untuk menyelamatkan kawasan tersebut.

"Kalau sudah dimasuki air laut, enggak mungkin tumbuh kelapa lagi. Satu-satunya cara ya rehabilitasi mangrove," tegasnya.

Rehabilitasi ini tidak hanya tentang memulihkan lingkungan. Lebih dari itu, program ini diharapkan dapat membangkitkan kembali denyut ekonomi warga yang porak-poranda. Dulu, dari 2,5 hektar kebun kelapa, seorang warga bisa memanen 15.000 butir kelapa. Dengan harga Rp 5.000 per butir, penghasilan petani bisa mencapai Rp 200 juta setahun. Namun, kemakmuran itu kini hanya tinggal kenangan.

"Dulu warga kami adalah pemberi zakat, sejak bencana menimpa, warga Kuala Selat kini terpaksa jadi penerima zakat," tutur Kepala Desa Kuala Selat, Nurjaya, dengan nada haru. Ia menceritakan, ratusan kepala keluarga yang dahulu hidup dari bertani kelapa, kini terpaksa banting stir menjadi nelayan dengan penghasilan yang jauh lebih kecil. Ironisnya, bencana ini diperparah dengan pemutusan hubungan kerja (PHK) besar-besaran di PT Sambu, produsen santan dan natadecoco, akibat berkurangnya suplai kelapa.

Penanaman mangrove diharapkan menjadi benteng alami yang efektif menahan abrasi dalam tiga hingga empat tahun ke depan. Namun, upaya jangka panjang itu perlu dibarengi dengan langkah darurat. Pemerintah Desa sangat mendambakan bantuan alat atau pemecah ombak (breakwater) untuk meredam gempuran gelombang secara langsung.

"Kami sangat berharap ada bantuan untuk alat pemecah ombak. Jika dikalkulasikan untuk panjang 1 kilometer, anggarannya sebesar Rp 50 miliar," sebut Nurjaya. Harapan itu disampaikan agar lahan kebun kelapa yang masih tersisa tidak bernasib sama seperti 1.600 hektar kebun yang telah habis diterjang abrasi.

Sebelumnya, pada 2024, M4CR telah memulai rehabilitasi seluas 124 hektar di kawasan yang sama. Sisanya, 324 hektar, ditargetkan selesai sepanjang 2025. Selain sebagai pelindung pesisir, kehadiran hutan mangrove yang tumbuh subur kelak diharapkan dapat membuka peluang ekonomi baru bagi warga, mulai dari hasil olahan pangan khas mangrove, ekowisata, hingga produk turunan lainnya. Sebuah harapan baru yang ditanam di antara puing-puing kejayaan masa lalu, untuk ketahanan pantai dan kesejahteraan warga ke depannya. (*) 
 

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index