Pekanbaru,sorotkabar.com – Local Expert Kementerian Keuangan Kantor Wilayah Perbendaharaan Riau Dahlan Tampubolon mengakui, Provinsi Riau termasuk daerah yang kondisi fiskalnya parah di Indonesia karena masih sangat bergantung pada dana transfer pusat. Sebagian besar Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Riau saat ini juga habis hanya untuk membayar gaji pegawai dan operasional rutin.
"Yang lebih bikin miris lagi itu realisasi belanja daerah turun 15,84 persen, tapi masih didominasi belanja operasi 82,95 persen. Artinya, sebagian besar anggaran habis buat gaji PNS dan operasional rutin, sementara belanja modal yang bisa mendorong pertumbuhan ekonomi malah anjlok 57,56 persen. Gimana mau maju kalau investasi infrastruktur dan pembangunan ekonomi dikurangi," kata Dahlan kepada GoRiau.com, Selasa (26/8/2025).
Diakui Dahlan, kondisi fiskal Riau saat ini termasuk parah, tak jauh beda dengan daerah lain di Indonesia. Dari data yang ada, cuma 4,76 persen dari 548 daerah otonom yang punya kapasitas fiskal kuat. "Nah, di Riau sendiri kondisinya juga gak jauh bedalah, mayoritas pemda masih bergantung berat sama transfer dari pusat," ungkap Dahlan.
Data sampai Juli 2025 menunjukkan, pendapatan transfer mencapai 69,89 persen dari total pendapatan daerah. Kondisi ini cerminan bahwa hampir 70 persen uang yang dipakai pemerintah daerah masih berharap dari Jakarta.
"Cuma Pemerintah Provinsi Riau dan Pemerintah Kota Dumai saja yang statusnya "menuju kemandirian", sementara yang lain masih kayak anak kecil yang bergantung sama orang tuanya," sebut Dahlan.
Persentase pendapatan transfer seluruh pemda di Riau, lanjut Dahlan, berada di atas 50 persen, kecuali Pemprov Riau dan Pemko Dumai. Persentase tertinggi pada Pemkab Bengkalis karena tingginya Dana Bagi Hasil (DBH). "Semakin besar persentase dari TKD ini mengindikasikan bahwa pemda di Provinsi Riau memiliki ketergantungan yang tinggi pada dana transfer dari pemerintah pusat," katanya.
Menurut Dahlan, masalah utama kondisi ini sebenarnya terletak pada Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang masih sangat lemah. Realisasi PAD sampai Juli 2025, ungkap Dahlan, malah turun 4,95 persen dibanding tahun sebelumnya. Ini membuktikan pemerintah daerah belum optimal dalam menggali potensi ekonomi lokalnya.
"Kabupaten Bengkalis misalnya, persentase transfer tertinggi justru karena tingginya DBH, padahal daerah ini kaya sumber daya alam. Harusnya mereka bisa meningkatkan PAD dari sektor lain, seperti pajak daerah, retribusi, atau BUMD yang produktif. Jangan cuma mengandalkan bagi hasil saja," ujar ekonom senior Universitas Riau ini.
Berani Reformasi Belanja
Menurut hemat Dahlan, ke depan pemerintah daerah di Riau harus melakukan diversifikasi sumber PAD. Jangan cuma fokus ke sektor migas aja. Kembangkan sektor pariwisata, perkebunan, perikanan, dan industri kreatif yang punya potensi besar. Tingkatkan efektivitas pemungutan pajak daerah dan retribusi dengan memperbaiki sistem administrasi dan database wajib pajak.
BUMD-BUMD yang ada juga harus dibenahi supaya menjadi sumber pendapatan yang berkelanjutan, bukan malah jadi beban APBD.
"Pemerintah daerah juga harus berani melakukan reformasi belanja yang lebih produktif. Kurangi belanja operasi yang tak efisien, alihkan ke belanja modal yang bisa mendorong pertumbuhan ekonomi jangka panjang. Investasi di infrastruktur digital, jalan, pelabuhan, dan fasilitas publik lainnya akan menarik investasi swasta yang pada akhirnya meningkatkan basis pajak daerah. Juga sangat penting untuk meningkatkan kapasitas SDM aparatur dalam perencanaan anggaran yang berbasis kinerja, bukan cuma asal habiskan anggaran," papar Dahlan.
Selain itu, perlu kolaborasi yang lebih solid antar pemda di Riau dalam mengembangkan ekonomi regional. Kembangkan kawasan ekonomi khusus atau industri yang sudah dimulai, kembangkan pariwisata terintegrasi, dan optimalkan potensi Selat Malaka sebagai jalur perdagangan internasional. Pemprov Riau yang sudah menuju kemandirian bisa jadi motor penggerak buat kabupaten/kota lainnya.
"Ingat, kemandirian fiskal itu bukan cuma soal angka di APBD, tapi soal kemampuan menciptakan ekosistem ekonomi yang mandiri dan berkelanjutan. Kalau masih terus bergantung sama transfer pusat, kapanlah Riau bisa jadi daerah yang benar-benar otonom," tandas Dahlan.(*)