Indonesia Butuh Kongsi untuk Hadapi Tarif Impor AS

Indonesia Butuh Kongsi untuk Hadapi Tarif Impor AS
Peti kemas di Pelabuhan Tanjung Priok. FOTO : Afriadi Hikmal/JAKARTA GLOBE

Jakarta.sorotkabar.com - Indonesia perlu menjalin kongsi untuk mereduksi dampak kebijakan tarif impor Amerika Serikat (AS). Di samping itu, Indonesia perlu memperkuat pasar ekspor lain dan menciptakan produk yang menjadi kebutuhan AS.

Senior Research Associate IFG Progress & Dosen Sekolah Kajian Strategik dan Global Universitas Indonesia, Ibrahim Kholilul Rohman, memandang saat ini AS seperti sedang bermain kartu untuk melihat sejauh mana kebijakan tarif bermanfaat bagi mereka.

Menurutnya,  kekuatan Indonesia untuk melawan ancaman tarif tersebut sangat kecil, mengingat kekuatan ekonomi yang tidak setara dengan Amerika. Berbeda dengan China, mereka mampu menerapkan tarif resiprokal yang melakukan perlawanan terhadap kebijakan dagang AS.

"Pemerintah kita pasti sudah mengantisipasi, namun output pasti berujung tidak berubah karena kita bukan negara yang kekuatan ekonomi setara dengan AS," sebut Ibrahim dalam Investor Daily Talk. 

Ibrahim menilai, Indonesia dapat memperkuat kedudukan melalui BRICS yang dibentuk untuk menandingi kekuatan ekonomi AS. Di tengah bayang-bayang tambahan tarif 10% AS bagi negara anggota BRICS, keanggotaan Indonesia di kelompok tersebut dinilai tetap positif.

BRICS merupakan pasar perdagangan yang potensial yang tercermin dari nilai perdagangan ekspor dengan negara-negara kelompok tersebut. Misalnya ekspor ke China yang merupakan tujuan ekspor terbesar Indonesia yakni sebesar US$ 24.253,1 juta selama Januari-Mei 2025.

Di samping itu, lanjut Ibrahim, Indonesia perlu memperkuat hubungan dengan ASEAN. Negara-negara Asia Tenggara dapat menggabungkan kekuatan terutama sektor manufaktur elektronik.

"Kalau kita negosiasi sebagai individu country maka masing-masing negara akan memliki bargaining position yang lemah. Alternatif kebijakan adalah ASEAN harus duduk bersama regional ASEAN," sebut dia.

Menurut Ibrahim, langkah konkret yang dapat diambil oleh Pemerintah Indonesia yakni melihat kebutuhan dari Amerika. AS sebenarnya juga tidak sepenuhnya aman secara perekonomian di semua komoditas seperti adanya fenomena kelangkaan telur.

Adapun kebijakan tarif Trump ini berdampak langsung terhadap komoditas utama Indonesia yakni industri padat karya seperti minyak sawit, sepatu, dan karet. Namun, Indonesia sebenarnya masih bisa memaksimalkan dari pasar selain AS seperti BRICS.

Hanya saja, Ibrahim berujar, terlepas dari adanya tarif Trump yang berpotensi membatasi permintaan produk dalam negeri, Indonesia dipandang sudah kehilangan daya saing. Dalam konteks industri tekstil, Vietnam dan Bangledesh mungkin lebih menarik salah satunya dengan adanya proses produksi yang lebih murah biaya.

"Jadi seharusnya ini wake up call untuk memperbaiki sektor yang dulunya kita dominan dan menguasai pasar. Terlebih ada trump tarif yang bisa mengurangi eksportasi ke luar negeri," kata Ibrahim.(*)

Halaman

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index