Jakarta,sorotkabar.com – Satu lagi kekayaan hayati Indonesia berhasil diungkap. Tim peneliti dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menemukan spesies tumbuhan baru dari famili Araceae yang berasal dari Provinsi Riau.
Tumbuhan tersebut dinamai Homalomena chikmawatiae, yang merupakan bagian nama dari penemunya sebagai bentuk penghargaan terhadap Prof Dr Tatik Chikmawati atas dedikasinya dalam pengembangan biosistematika tumbuhan.
Peneliti BRIN, Muhammad R Hariri mengatakan, Homalomena chikmawatiae secara morfologi menyerupai genus Furtadoa, namun memiliki karakteristik unik yang belum pernah tercatat sebelumnya. Ia menyebutkan, pendekatan taksonomi integratif yang digunakan dalam penelitian ini—menggabungkan data morfologi dan molekuler—menjadi kunci dalam memastikan status tumbuhan tersebut sebagai spesies baru.
“Tanaman ini memiliki kombinasi ciri yang tidak biasa, terutama daun berbentuk perisai (peltate) dan bagian steril (appendix) yang besar. Ini menambah pemahaman kita tentang variasi morfologi dalam kelompok Homalomena,” ujar Hariri.
Spesimen tumbuhan pertama kali ditemukan oleh masyarakat lokal di Riau dan kemudian dibudidayakan di Bogor. Setelah melalui serangkaian analisis morfologi dan sekuen DNA, tim BRIN menetapkan bahwa spesies ini masuk dalam kelompok Cyrtocladon Supergroup meskipun memiliki sejumlah ciri yang menyimpang dari karakter umumnya.
Penelitian juga merevisi sistematika kelompok tersebut. Dua spesies sebelumnya, Furtadoa indrae dan Furtadoa sumatrensis, kini diklasifikasikan ulang menjadi Homalomena indrae dan Homalomena sumatrensis. Temuan ini memperkuat dugaan bahwa genus Furtadoa bersifat polifiletik, dan seluruh anggotanya kini dialihkan ke dalam genus Homalomena.
Hasil penelitian telah dipublikasikan dalam jurnal internasional Webbia: Journal of Plant Taxonomy and Geography, Volume 80(1), April 2025, dengan judul “Nomenclatural Changes and New Species in Malesian Homalomena (Araceae)” oleh Irsyam dan tim.
Saat ini, Homalomena chikmawatiae hanya ditemukan di satu populasi, sehingga direkomendasikan berstatus Data Deficient (DD) menurut kriteria IUCN. Peneliti menekankan pentingnya langkah konservasi dan kelanjutan studi biosistematika di wilayah Malesia untuk mengungkap lebih banyak spesies endemik. (*)