Gaza,sorotkabar.com - Belum selesai masalah puing dan krisis kemanusiaan, kini Gaza dilanda masalah baru, yaitu krisis sampah. Tak main-main, jumlahnya seperempat juta ton, sebagaimana diberitakan Reuters. Jika ini dibiarkan, maka dampaknya sangat parah terhadap keberlanjutan kawasan tersebut.
Jika 250 ribu ton sampah tidak terkelola dengan baik di Jalur Gaza, dampaknya akan sangat serius bagi lingkungan dan warga, terutama di tengah kondisi krisis yang sudah parah. Penumpukan sampah dalam jumlah masif akan memicu serangkaian bencana yang saling berkaitan, dari krisis kesehatan hingga degradasi lingkungan yang tak terhindarkan.
Situasi ini diperparah oleh kerusakan infrastruktur, keterbatasan sumber daya, dan ancaman keamanan yang membuat upaya pengelolaan sampah menjadi mustahil.
Dampak paling langsung adalah risiko bencana kesehatan yang meluas di kalangan warga.
Tumpukan sampah yang membusuk menjadi tempat berkembang biak yang ideal bagi berbagai vektor penyakit, seperti nyamuk, lalat, dan tikus. Hewan-hewan ini dapat membawa dan menyebarkan patogen yang menyebabkan penyakit menular seperti demam tifoid, kolera, dan disentri. Lingkungan yang kotor juga meningkatkan risiko infeksi saluran pernapasan, terutama bagi anak-anak yang kekebalan tubuhnya lebih rentan.
Demam tifoid, atau yang sering disebut tipes, adalah penyakit infeksi bakteri yang menyerang saluran pencernaan, disebabkan oleh bakteri Salmonella typhi. Penyebarannya terutama melalui jalur fecal-oral, yaitu ketika seseorang mengonsumsi makanan atau minuman yang terkontaminasi oleh tinja atau urine dari orang yang terinfeksi.
Penularan ini bisa terjadi akibat sanitasi lingkungan yang buruk, air minum yang tidak bersih, atau makanan yang diolah oleh pengidap demam tifoid yang tidak menjaga kebersihan diri. Orang yang telah sembuh dari demam tifoid pun bisa menjadi pembawa (carrier) dan menyebarkan bakteri melalui fesesnya selama beberapa waktu, bahkan hingga lebih dari setahun.
Selain penyebaran penyakit melalui vektor, pencemaran air menjadi ancaman serius lainnya. Sampah yang menumpuk di area permukiman dan kamp pengungsi akan meresap ke dalam tanah, mencemari sumber air tanah yang merupakan salah satu sumber air minum utama bagi warga Gaza.
Tercemarnya sumber air bersih di Gaza akan memicu krisis kesehatan yang masif dan tak terkendali. Rusaknya infrastruktur air dan sanitasi akibat serangan Israel menyebabkan limbah mentah dan puing-puing mencemari akuifer pesisir, satu-satunya sumber air utama bagi penduduk Gaza.
Mengonsumsi air yang terkontaminasi ini berisiko tinggi menyebabkan wabah penyakit menular, seperti diare akut, kolera, disentri, dan hepatitis A. Anak-anak menjadi kelompok yang paling rentan terhadap penyakit-penyakit ini karena sistem kekebalan tubuh mereka yang masih lemah. Dengan runtuhnya sistem layanan kesehatan akibat perang, penyebaran penyakit ini dapat berubah menjadi epidemi yang sulit dikendalikan dan menimbulkan angka kematian yang tinggi.
Selain penyakit saluran pencernaan, air yang tercemar juga dapat menimbulkan berbagai masalah kesehatan lainnya yang mengancam keselamatan warga Gaza. Kondisi sanitasi yang buruk akibat limbah yang menumpuk dapat menyebabkan penyakit kulit seperti ruam dan kudis.
Selain itu, air yang terkontaminasi juga dapat menyebabkan gangguan ginjal dan anemia akibat paparan bahan kimia berbahaya dalam jangka panjang. Kekurangan air bersih juga berdampak pada kualitas higienitas pribadi, meningkatkan risiko infeksi dan menyulitkan upaya pencegahan penyakit. Dengan demikian, tercemarnya air bersih tidak hanya mengancam kesehatan fisik, tetapi juga memperburuk kondisi hidup warga Gaza yang sudah menderita.
Rusak Ekosistem
Dari sisi lingkungan, penumpukan sampah ini akan merusak ekosistem yang sudah rapuh di Jalur Gaza. Sampah plastik dan material non-organik lainnya akan mencemari daratan dan wilayah pesisir. Pembusukan sampah organik menghasilkan gas metana, yang merupakan gas rumah kaca kuat, sehingga memperburuk perubahan iklim secara lokal.
Kondisi ini tidak hanya mengganggu keseimbangan ekologi, tetapi juga berpotensi mencemari Laut Mediterania yang menjadi sumber daya alam penting bagi wilayah tersebut.
Bahaya kebakaran menjadi ancaman nyata akibat penumpukan sampah. Tumpukan sampah yang kering dapat dengan mudah terbakar, terutama di tengah suhu yang panas.
Kebakaran ini dapat dengan cepat menyebar ke kamp-kamp pengungsi yang padat, membahayakan nyawa dan properti warga yang sudah kehilangan segalanya. Asap dari sampah yang terbakar juga sangat beracun, melepaskan zat-zat kimia berbahaya yang dapat menyebabkan gangguan pernapasan dan masalah kesehatan serius lainnya.
Lingkaran Setan
Krisis sampah ini menciptakan lingkaran setan yang sulit diputus. Warga yang mengungsi dan hidup di dekat tumpukan sampah terpaksa menghadapi kondisi yang tidak higienis. Kurangnya bahan bakar dan kerusakan kendaraan membuat petugas kebersihan tidak bisa bekerja secara efektif. Dengan semakin banyaknya sampah yang menumpuk, kondisi kehidupan semakin buruk, memicu lebih banyak penyakit dan mempercepat kerusakan lingkungan.
Secara keseluruhan, 250 ribu ton sampah yang tidak terkelola di Gaza bukan hanya masalah kebersihan, melainkan krisis kemanusiaan yang kompleks. Krisis ini memperparah penderitaan warga yang sudah menghadapi kelaparan, kekurangan air, dan trauma akibat konflik bersenjata.
Tanpa intervensi segera untuk membersihkan dan mengelola sampah, bencana lingkungan dan kesehatan yang ditimbulkan akan terus memburuk, mengancam kehidupan puluhan ribu warga, terutama anak-anak yang paling rentan. (*)