Diskusi 70 Tahun KAA, BPIP: Dasasila Bandung jadi Warisan Indonesia di Politik Dunia

Diskusi 70 Tahun KAA, BPIP: Dasasila Bandung jadi Warisan Indonesia di Politik Dunia
Dewan Pakar BPIP Bidang Strategi Hubungan Luar Negeri Darmansjah Djumala saat berbicara sebagai narasumber dalam acara bertajuk 'Konferensi Asia Afrika (KAA): Peran Indonesia Membangun Perdamaian Dunia dengan Ideologi Pancasila' yang diselenggarakan BPIP

Jakarta,sorotkabar.com - DEWAN Pakar BPIP Bidang Strategi Hubungan Luar Negeri Darmansjah Djumala mengatakan Konferensi Asia Afrika (KAA) merupakan warisan (legacy) Indonesia dalam norma geopolitik atau hubungan politik antara bangsa-bangsa di dunia.

Djumala menyampaikan dalam pergaulan internasional, nama Indonesia tercatat dalam sejarah sebagai penggagas sekaligus tuan rumah KAA di Bandung pada April 1955.

"Bandung Spirit (Semangat Bandung) yang berisi sepuluh prinsip dasar politik luar negeri, yang disebut Dasasila Bandung, menjadi legacy Indonesia dalam norma hubungan politik antara bangsa-bangsa di dunia,," kata Djumala dalam keterangannya, Sabtu (26/4).

Hal itu disampaikannya saat berbicara sebagai narasumber dalam acara bertajuk 'Konferensi Asia Afrika (KAA): Peran Indonesia Membangun Perdamaian Dunia dengan Ideologi Pancasila' yang diselenggarakan BPIP dalam rangka memperingati 70 tahun KAA, Jumat (25/4).

Djumala yang pernah menjabat sebagai Duta Besar RI untuk Austria dan PBB di Wina memaparkan Indonesia menggagas KAA karena didorong oleh niat untuk menghimpun persatuan negara-negara yang baru merdeka dan yang masih terjajah di benua Asia dan Afrika.

Situasi dunia saat itu yang masih dihantui perang dingin sangat rentan menarik negara-negara berkembang yang baru merdeka untuk masuk ke dalam orbit pengaruh politik dan ideologi super power kala itu, yaitu Blok Barat berhaluan Liberal-Kapitalis yang dipimpin oleh AS dan Blok Tmur berideologi Sosialis-Komunis di bawah pengaruh Uni Soviet.

Indonesia berinisiatif untuk mempersatukan negara-negara berkembang dalam menghadapi rivalitas dua blok ideologi super power itu.

KAA berhasil merumuskan prinsip dasar dalam menghadapi politik internasional saat itu, yaitu menghormati kedaulatan negara, non-intervention terhadap urusan dalam negeri, dan menciptakan perdamaian.


Djumala mengungkapkan jika ditilik secara normatif, tiga prinsip KAA itu sangat bersesuaian dengan nilai Pancasila, yaitu kemanusian, persatuan dan keadilan sosial.

Ketiga prinsip hasil KAA ini kemudian dijadikan dasar oleh lima pemimpin negara berkembang saat itu (Josip Broz Tito, Yugoslavia; Jawaharlal Nehru, India; Gamal Abdel Nasser, Mesir; Sukarno, Indonesia; dan Kwame Nkrumah, Ghana) untuk membentuk Gerakan Non Blok; sebuah gerakan yang melawan kolonialisme, tidak memihak pada kekuatan blok ideologis, penciptaan perdamaian melalui kerjasama antar negara berkembang.

Djumala menunjukkan legacy Indonesia dengan penyelenggaraan KAA itu.


Dikatakannya, KAA menginspirasi negara-negara terjajah untuk memerdekakan diri dari kolonialisme.

Dia mengungkapkan setelah KAA setidaknya ada 25 negara di Asia dan Afrika yang berhasil melepaskan dari belenggu penjajahan.

Djumala menambahkan legacy Indonesia dari KAA tidak hanya bisa dilihat dari berhasilnya menginspirasi negara terjajah untuk merdeka saja.

"Tapi yang lebih penting lagi adalah hingga sekarang nilai dan norma yang terkandung dalam Dasasila Bandung masih tetap relevan dengan situasi dunia saat ini, terutama dalam hal prinsip kemerdekaan, kemandirian, kemerdekaan, non-intervention dan perdamaian," pungkas Djumala.

Konferensi ini menjadi tonggak penting dalam membangkitkan semangat anti-kolonialisme dan solidaritas negara-negara terjajah.

Secara konkret, lebih dari 25 negara di Asia dan Afrika berhasil merdeka dalam dua dekade setelah KAA:

• Pada saat KAA 1955, dari sekitar 29 negara peserta, hanya sekitar 5 negara Afrika yang sudah merdeka (seperti Mesir, Ethiopia, Liberia).

• Setelah KAA (1956–1975), gelombang dekolonisasi melanda Afrika, dan sekitar 30 negara Afrika meraih kemerdekaan, terutama pada tahun 1960-an yang dikenal sebagai 'Tahun Afrika' (1960), ketika 17 negara Afrika merdeka hanya dalam satu tahun.

Jadi, meskipun sulit memberi angka pasti yang langsung dikaitkan hanya dengan KAA, dampaknya sangat besar, dan lebih dari 25 negara bisa disebut sebagai bagian dari gelombang kemerdekaan yang terinspirasi oleh semangat KAA. (*)
 

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index