Pekanbaru, sorotkabar.com -- Helena (46) pemilik saham Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Fianka Pekanbaru melalui penasehat hukumnya akan mengajukan praperadilan dan melapor ke Paminal Mabes Polri.
Helena ditangkap oleh Ditkrimsus Polda Riau pada 15 November 2024 lalu. Penasehat hukum dari Kantor Hukum Gita Melanika SH MH, menyebutkan ada kejanggalan penanganan proses hukum yang saat ini sedang dijalani kliennya.
"Kami menduga penanganan klien kami (Helena) di Polda Riau dinilai cacat hukum. Kenapa?, karena masih ada proses perdata hubungan hukum yang berkaitan dengan klien kami. Jadi kami meminta pihak Polda Riau untuk mengutamakan proses perdatanya baru bisa melakukan pidananya," kata Tommy Fredy Manungkalit didampingi Gita Melanika dan Alfius Zachawerus. Sabtu (23/11/2024).
"Namun jika proses ini terus berlanjut, maka kami akan menggugat Polda Riau secara Prapid dan melapor ke Paminal Mabes Polri terkait penahanan (Helena) klien kami ini," sambung Tommy.
Menurut Tommy, kasus yang dihadapi kliennya saat ini terkesan terlalu dipaksakan karena mengabaikan proses hukum perdata yang masih berjalan.
"Menurut telaah tim kami, kasus ini cacat hukum dan diduga terlalu di paksakan dan diduga ada 'titipan' untuk menahan klien kami. Intinya saat ini masih ada proses hukum perdatanya. Polda Riau juga mengetahui hal itu," ujarnya.
"Diduga ada 'titipan', karena dalam BAP klien kami disebutkan Anita iparnya Bihoi, akan melaporkan ke EKK 'Edi Kwang kwang' dan akan disampaikan ke Kapolda Riau, Namun di dalam BAP diganti dan disebutkan akan dilaporkan ke petinggi Polda Riau. Diketahui EKK adalah pengusaha yang pernah duduk di singgasana Kapolda Riau," sambungnya.
"Anita (ipar Bihoi) ini adalah pelapor di Polda Riau, korban adalah Bihoi dan Halim. Sebenarnya klien kami sudah mengakui kesalahannya dan bertanggung jawab atas kesalahannya serta membayar uang sebesar 6 juta perhari selama 1 tahun. Kesepakatan antara klien kami Helena, Bihoi dan Halim sudah ada perdamaian dan tertuang di notaris," jelas Tommy.
Menambahkan keterangan, Gita Melanika SH MH selaku kuasa hukum Helen mengaku kecewa dengan beredarnya foto Helen sebagai tersangka diekspos ke sejumlah media massa dan media sosial. Seolah-olah Helen telah terhukum bersalah.
"Seharusnya penyidik mengedepankan azas praduga tidak bersalah (presumption of innocence-red). Jangan mengekspos foto tersangka tanpa adanya sensor atau blur sedikitpun," tegas Gita, Sabtu (22/11/24).
Pihaknya menduga penyidik sengaja menyebarkan foto penetapan tersangka itu ke media. Padahal seharusnya penyidik merahasiakannya.
Selain itu, Selanjutnya Gita juga merasa penyidik terlalu terburu-buru menaikkan kasus pidana terhadap Helen ini, sementara masih ada sidang gugatan Perdata yang dilayangkan PT BPR Fianka terhadap Bie Hoi dan Halim Hilmy di pengadilan. Apalagi, gugatan ini dimenangkan oleh PT BPR Fianka dan saat ini proses banding di Pengadilan Tinggi (PT) Riau.
"Seharusnya penyidik menunggu hasil putusan Perkara Perdatanya dulu hingga memiliki kekuatan hukum tetap (inkrah), sebelum menindaklanjuti pemeriksaan laporan pidananya. Hal ini sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku," tegasnya.
Terakhir, Gita juga menjelaskan bahwa Helen bukanlah Bos di BPR Fianka, karena dia hanya memiliki saham minoritas yakni 1,23 persen. Sementara pemegang saham terbesar adalah Nurfatma selaku pemilik Bank.
Melihat kondisi yang terjadi hingga saat ini kata Gita, pihaknya meyakini penetapan tersangka yang dialami Helen ini benar-benar telah dipaksakan. Kondisi ini, sangat membuat terpukulnya Helen dan keluarga besarnya.
"Terlebih dengan beredarnya foto-foto Helen sebagai tersangka itu, sangat memukul pribadinya sebagai seorang wanita dan ibu. Seharusnya, semua pihak dapat mengedepankan azas praduga tidak bersalah lebih dahulu," tuturnya lagi.
Diketahui, dilansir dari detiksumut, Direktorat Reskrimsus Polda Riau menangkap pemilik saham Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Fianka Pekanbaru, Helena (46). Helena ditangkap karena diduga mencairkan dana nasabah miliaran rupiah.
Helen ditangkap oleh Subdit II Perbankan Ditreskrimsus Polda Riau 15 November di kediamannya di Jalan Karya Agung, Kota Pekanbaru. Helena mencairkan dana dari nasabah dengan memanipulasi pencairan deposito.
Direktur Reskrimsus Polda Riau, Kombes Nasriadi menyebut Helena sebagai pemilik saham menginstruksikan jajaran direksi dan komisaris bank untuk mencairkan 22 lembar bilyet deposito. Pencairan dilakukan secara ilegal alias tidak sah pada Mei 2023 lalu.
"Kasus terungkap setelah kami menerima laporan korban yang dibuat pada Agustus 2024," kata Nasriadi, Selasa (18/11/2024).
Dari laporan itu, tim Subdit II yang dipimpin Kompol Teddy Ardian langsung melakukan penyelidikan. Hasilnya, ditemukan alat bukti kuat terkait keterlibatan Helena.
"Dari hasil penyelidikan kami menemukan bukti kuat keterlibatan Helen dalam tindak pidana tersebut. Atas dasar itulah, Helen ditetapkan sebagai tersangka dan sudah kami amankan," kata Nasriadi.
Kini Helen dijerat pasal berlapis, yakni Pasal 50A UU Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, Pasal 362 KUHPidana, serta Pasal 3 dan Pasal 5 UU No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
"Tersangka terancam hukuman berat karena tindakannya tak hanya merugikan bank, tetapi juga nasabah yang mempercayakan dananya di lembaga tersebut," kata Nasriadi.
Selain Helena, Nasriadi menyatakan bahwa pihaknya akan terus mendalami kasus ini. Termasuk pihak-pihak yang terlibat dalam kasus perbankan tersebut.
"Kami berkomitmen untuk mengusut tuntas kasus ini dan memberikan efek jera kepada pelaku tindak pidana perbankan," katanya.
Kasubdit II Perbankan Kompol Tedy Ardian mengungkap total nilai kerugian korban mencapai Rp 3,2 miliar.
"Sementara ini total nilai kerugian korban Rp 3,2 miliar. Masih kami dalami terus di kasus yang melibatkan HN ini," kata Tedy.***