Jakarta,sorotkabar.com
- Sejumlah mahasiswa perantau mengajukan gugatan terhadap Undang-Undang tentang Pilkada ke Mahkamah Konstitusi (MK). Mereka mengajukan gugatan karena khawatir tak bisa mencoblos saat Pilkada.
Senin (7/10/2024), gugatan itu diajukan oleh 11 mahasiswa, yakni:
- Satrio Anggito Abimanyu (Mahasiswa UII Yogya asal Jakarta)
- Sabri Khatami Can (Mahasiswa UII Yogya asal Malut)
- Siti Iran Badryah (Mahasiswa UII Yogya asal Sulteng)
- Yoga Pebriansyah (Mahasiwa UII Yogya asal Sumsel)
- Muhammad Ihsan Almadani (Mahasiswa UII Yogya asal Kalsel)
- Aulia Shifa Salsabila (Mahasiswa UII Yogya asal Jateng)
- Dzaky Al Fakhri (Mahasiswa UII Yogya asal Tangerang)
- Ariq Faiq Muyassar (Mahasiswa UII Yogya asal Tangerang)
- Khrisna Adam Yustisio (Mahasiswa UII Yogya asal Yogya)
- Djenar Maesa Ayuka (Mahasiswa UII Yogya asal Yogya)
- Nasywa Yustisia Azzahra (Mahasiswa UII Yogya asal Yogya)
Gugatan itu telah terdaftar dengan nomor perkara 137/PUU-XXII/2024. Sidang perdana telah digelar di gedung MK, Jumat (4/10).
Pemohon menilai Pilkada yang digelar serentak secara nasional seharusnya memberikan kemudahan bagi warga yang tinggal di luar domisili KTP, seperti mahasiswa yang kuliah di wilayah luar KTP mereka, untuk menggunakan hak pilih. Para pemohon mengaku khawatir aturan yang ada saat ini membuat hak pilih mereka terancam tak bisa digunakan dalam Pilkada.
"Pemilu kepala daerah dilaksanakan secara serentak, maka penyelenggaraannya juga mesti tetap melayani dan memenuhi hak pilih setiap warga negara Indonesia, sekalipun pada hari pemungutan suara mengalami keadaan tertentu yang menyebabkan tidak berada bertempat tinggal atau berdomisili di alamat TPS sebagaimana yang terdaftar dalam DPT asal," ujar pengacara pemohon dalam persidangan.
Dalam sidang, pemohon mengajukan dua usulan agar bisa diakomodir dalam putusan MK. Pertama, mereka meminta agar penyelenggara Pemilu diperintahkan mendata pemilih perantau. Setelah itu, penyelenggara pemilu harus menyediakan surat suara Pilkada daerah asal di TPS tertentu untuk melayani pemilih perantau.
Pemohon mengatakan hasil rekapitulasi dari surat suara di TPS para perantau itu akan digabung dengan hasil rekapitulasi suara di daerah asal. Menurut pemohon, hal tersebut dapat menjadi salah satu cara agar warga yang berstatus perantau dapat mencoblos calon kepala daerah sesuai daerah asalnya.
Pemohon juga menyampaikan usulan kedua yang menurut pemohon lebih mudah. Mereka meminta agar warga yang berada di perantauan langsung dianggap pindah domisili sehingga langsung diberikan hak memilih di TPS daerah tujuan dan surat surat Pilkada sesuai TPS tempatnya mencoblos pada hari H.
Berikut petitumnya:
1. Mengabulkan permohonan Para Pemohon untuk seluruhnya.
2. Menyatakan frasa di tempat lain dalam Pasal 62 ayat (1) Undang-Undang 1/2015 bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945 secara bersyarat dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai 'di luar daerah provinsi asal dan/atau di luar daerah kabupaten/kota asal'.
3. Menyatakan frasa di TPS lain dalam Pasal 95 ayat (2) Undang-Undang 1/2015 bertentangan dengan Undang-Undang Dasar secara bersyarat dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai 'di TPS di luar daerah provinsi asal dan/atau di TPS luar daerah kabupaten/kota asal'.
4. Memerintahkan pemuatan putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia sebagaimana mestinya.
Atau apabila Yang Mulia Majelis Hakim konstitusi berpendapat lain, mohon putusan yang seadil-adilnya.
Hakim MK Arsul Sani memberi nasihat kepada para pemohon. Arsul mengatakan harusnya pemohon juga melihat alternatif lain lewat sistem e-vote.
"Berikutnya lagi di alasan permohonan, tadi juga saya dengar waktu dibacakan, ini berkenaan dengan dua alternatif, ya. Padahal, bisa juga ada alternatif ketiga dengan e-voting, ya. Coba kalau dengan e-voting kan selesai ini, ya. Tentu untuk apa pelaksanaan e-voting itu. Ini kalau dimasukkan, ini akan bagus karena memang kita ini harus mendorong pemilu kita itu ke depan bisa e-voting setelah semua wilayah NKRI ini, ya, ter-cover oleh internet minimal 3G, kan harus begitu," ujarnya.(*)