Sumatera Selatan, sorotkabar.com - Penyidik Kejati Sumsel kembali menetapkan seorang tersangka baru dalam kasus dugaan korupsi proyek pembangunan Light Rail Transit (LRT) di Sumatera Selatan. Tersangka merupakan seorang mantan direktur utama perusahaan swasta.
Diketahui tiga orang petinggi BUMN sudah lebih dulu ditetapkan tersangka dalam kasus yang merugikan negara sekitar Rp 1, 3 triliun tersebut. Pada Kamis (26/9) malam, mantan Direktur Utama PT Perentjana Djaja inisial BHW pun ditetapkan tersangka menyusul tiga tersangka sebelumnya.
"Benar, Kejati Sumsel kembali menetapkan satu orang tersangka atas nama tersebut dalam perkara tindak pidana korupsi pembangunan LRT di Sumatera Selatan," kata Kasi Penkum Kejati Sumsel Vanny Yulia, Kamis (26/9/2024).
Menurutnya, BHW terjerat kasus tersebut pada Satker Pengembangan, Peningkatan, dan Perawatan Prasarana Perkeretaapian Kemenhub 2016-2020. Berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Kajati Sumsel, penyidik telah mengumpulkan alat bukti dan barang bukti, sehingga berdasarkan bukti permulaan yang cukup sebagaimana diatur dalam Pasal 184 ayat 1 KUHAP.
"Bahwa sebelumnya tersangka telah diperiksa sebagai saksi dan berdasarkan hasil pemeriksaan disimpulkan telah cukup bukti bahwa yang bersangkutan terlibat dalam dugaan perkara dimaksud, sehingga tim penyidik pada hari ini meningkatkan status dari semula saksi menjadi tersangka," katanya.
"Dan untuk tersangka selanjutnya dilakukan tindakan penahanan selama 20 hari ke depan di Rutan Klas I Palembang dari tanggal 26 September 2024 sampai dengan 15 Oktober 2024," sambungnya.
Perbuatan tersangka dinilai penyidik melanggar Primair Pasal 2 Ayat 1 juncto Pasal 18 UU No 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU No 20 Tahun 2001 Tentang perubahan atas Undang-undang No 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHPidana.
Dengan Subsidair Pasal 3 juncto Pasal 18 UU No 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU No 20 Tahun 2001 Tentang perubahan atas UU No 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 Juncto Pasal 64 Ayat q KUHPidana, atau Pasal 13 UU No 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU No 20 Tahun 2001 Tentang perubahan atas UU No 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
"Modus operandi tersangka BHW selaku Direktur Utama PT Perentjana Djaja yaitu sebagai Pelaksana Kegiatan yaitu Konsultan Perencana, dalam pelaksanaan kegiatannya ditemukan adanya beberapa kegiatan yang di-mark-up-kan dan sebagian fiktif. Tersangka BHW juga mengalirkan dana kepada ketiga tersangka yang ditetapkan pada rilis sebelumnya yang diduga aliran dana tersebut berasal dari kegiatan yang di-mark up tersebut," jelasnya.(*)