Diduga Korupsi Keuangan Blok Langgak, Eks Dirut dan Direktur Keuangan BUMD Riau Jadi Tersangka Korupsi Migas

Diduga Korupsi Keuangan Blok Langgak, Eks Dirut dan Direktur Keuangan BUMD Riau Jadi Tersangka Korupsi Migas
Mantan Direktur Utama (Dirut) PT. Sarana Pembunan Riau (SPR) periode 201-2015, Rahman Akil dan Direktur Keuangan Debby Riauma Sari jadi tersangka kasus dugaan korupsi dalam pengelolaan keuangan. (Foto: RMOL/Bonfilo Mahendra)gori

Jakarta,sorotkabar.com – Dua mantan petinggi Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Riau resmi ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pengelolaan keuangan di Blok Migas Langgak, Kabupaten Rokan Hulu. 

Mereka adalah mantan Direktur Utama PT Sarana Pembangunan Riau (SPR) periode 2011–2015, Rahman Akil, dan mantan Direktur Keuangan, Debby Riauma Sari.

“Berdasarkan hasil penyidikan dan bukti yang cukup, penyidik menetapkan dua orang tersangka,” kata Wakil Direktur Penindakan Kortas Tipikor Polri, Kombes Bhakti Eri Nurmansyah, saat konferensi pers di Jakarta Selatan, Selasa (21/10/2025).

Kasus ini bermula saat PT SPR yang merupakan BUMD milik Pemerintah Provinsi Riau mendirikan anak usaha bernama PT SPR Langgak untuk mengelola kegiatan eksplorasi dan produksi di wilayah kerja Blok Migas Langgak.

Pada 25 November 2009, Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Migas) Kementerian ESDM menerbitkan surat penawaran langsung pengelolaan blok tersebut. Konsorsium PT SPR bersama PT Kingswot Capital Limited (KCL) kemudian ditetapkan sebagai pemenang tender.

Kerja sama itu ditegaskan melalui penandatanganan Production Sharing Contract (PSC) antara Kementerian ESDM, PT SPR, dan PT KCL pada 30 November 2009, dengan masa kontrak selama 20 tahun sejak April 2010 hingga 2030.

Namun, dalam pelaksanaannya penyidik menemukan dugaan penyimpangan serius dalam pengelolaan keuangan PT SPR Langgak. “Kedua tersangka diduga melakukan pengeluaran dana yang tidak sesuai dengan prinsip Good Corporate Governance (GCG) sehingga menimbulkan kerugian bagi perusahaan daerah,” jelas Bhakti.

Selain itu, kerja sama operasional disebut dilakukan tanpa analisis kebutuhan yang matang. Proses pengadaan barang dan jasa pun dinilai tidak transparan dan tidak akuntabel.

Penyidik juga menemukan adanya kelalaian dalam pencatatan overlifting minyak yang berujung pada kerugian besar bagi BUMD tersebut.

Berdasarkan hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), kerugian keuangan negara akibat praktik korupsi ini mencapai Rp33,29 miliar dan 3.000 dolar AS atau sekitar Rp49,6 juta. “BPKP memiliki metode audit resmi, dan hasilnya menunjukkan adanya kerugian negara dari pengelolaan keuangan PT SPR,” ungkap Bhakti.

Penyidik menjerat Rahman Akil dan Debby Riauma Sari dengan Pasal 2 dan/atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 junto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.(*) 
 

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index