PAN Bilang Sudah Saatnya UU Migas Direvisi: Banyak Pasal Dibatalkan MK

Jumat, 12 Desember 2025 | 19:53:31 WIB
Foto: Eddy Soeparno. (Anggi Muliawati/detikcom).

Jakarta,sorotkabar.com - Partai Amanat Nasional (PAN) menegaskan UU Migas sudah saatnya direvisi menyeluruh. PAN mengungkit pasal di UU Nomor 22 Tahun 2001 yang telah dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK).

"Undang-Undang Migas memang sudah saatnya direvisi, karena banyak pasal yang sudah dibatalkan oleh MK dalam keputusannya, dan ini memang sudah menjadi perintah untuk dilakukan revisinya sejak 12 tahun yang lalu," kata anggota Komisi XII DPR RI Fraksi PAN Eddy Soeparno kepada wartawan, Jumat (12/12/2025).

MK dalam putusannya saat itu membatalkan BP Migas dalam UU Migas. BP Migas dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945.

Eddy menilai revisi ini untuk melahirkan UU yang dapat mempercepat dan mempermudah investasi di sektor migas. Dia menyebut, Indonesia saat ini memerlukan revisi UU Migas karena target lifting minyak mentah 1 juta barel per hari di 2030.

"Selain itu, juga kita perlukan revisi Undang-Undang Migas agar pengembangan sektor Migas ke depannya itu didasarkan pada platform keberlanjutan," ujarnya.

"Jadi, secara berkelanjutan ini sangat penting karena kita ingin agar masalah lingkungan hidup itu juga menjadi perhatian," sambung Eddy.

Wakil Ketua MPR ini mengatakan revisi UU Migas juga merupakan bentuk menjalankan putusan MK. Sebab, saat ini SKK Migas perlu diubah dengan membentuk badan khusus yang mengelola sektor hulu migas.

Hal senada disampaikan Kapoksi Fraksi PAN di Komisi XII DPR RI, Aqib Ardiansyah, yang menilai RUU Migas sebagai instrumen strategis untuk menjamin kepastian hukum dan daya tarik investasi di sektor migas. Dia mengatakan perlu adanya kepastian kelembagaan, skema kontrak, serta kepastian fiskal dalam RUU Migas.

'Dalam konteks transisi energi, RUU Migas juga akan berperan sebagai jembatan kebijakan. Meskipun bauran EBT terus meningkat, kebutuhan energi nasional juga tumbuh, sehingga volume migas domestik-khususnya gas bumi-tetap dibutuhkan sebagai penopang ketahanan energi dan stabilitas sistem energi nasional," paparnya.

"Dengan produksi migas yang kuat dan dikelola secara berkelanjutan, Indonesia memiliki ruang fiskal dan energi yang lebih sehat untuk mempercepat pengembangan EBT tanpa mengorbankan kemandirian dan keamanan energi nasional," imbuh dia.

Sebelumnya, Wakil Ketua Komisi XII DPR RI Bambang Haryadi menjelaskan, pada periode 2014-2019, RUU Migas selesai dibahas di DPR dan diserahkan ke pemerintah. Pada Januari 2019, Surpres terkait RUU Migas terbit ke kementerian terkait namun pemerintah disebut tidak menyertakan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) sebagai lampiran Surpres tersebut.

RUU Migas juga pernah dibahas di DPR periode 2019-2024. Rancangan beleid ini sudah disinkronisasi dan diharmonisasi di tingkat Baleg DPR RI dan diserahkan ke Komisi VII DPR. Pada akhirnya, RUU Migas masih tetap berupa rancangan karena Komisi VII DPR tidak melanjutkan pembahasan ke tingkat Badan Musyawarah (Bamus) untuk diparipurnakan.

"Kami bersiap memulai kembali pembahasan revisi UU Migas untuk segera dirampungkan," kata Bambang, Jumat (12/12).(*)

Halaman :

Terkini