Menko Perekonomian Desak AS Tinjau Ulang Tarif Impor Produk Indonesia

Menko Perekonomian Desak AS Tinjau Ulang Tarif Impor Produk Indonesia
Tangkapan layar - Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto (tengah) dalam konferensi pers bertajuk "Perkembangan Terkini Negosiasi dan Diplomasi Perdagangan Indonesia-Amerika Serikat", di Washington, DC, yang dipantau secara dari

Jakarta,sorotkabar.com – Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, menegaskan komitmen pemerintah dalam memperjuangkan kesetaraan tarif ekspor Indonesia ke Amerika Serikat (AS).

Langkah ini diambil sebagai bagian dari strategi menjaga daya saing produk nasional di pasar global, khususnya dalam menghadapi kebijakan tarif resiprokal yang diberlakukan oleh Pemerintah AS.

“Yang penting, Indonesia mendapatkan tarif lebih rendah dan seimbang dengan negara-negara pesaing,” ujar Airlangga dalam konferensi pers bertajuk Perkembangan Terkini Negosiasi dan Diplomasi Perdagangan Indonesia–Amerika Serikat, Jumat (19/4/2025), yang dipantau secara daring dari Jakarta.

Airlangga menyebut bahwa saat ini, sejumlah produk ekspor unggulan Indonesia seperti garmen, alas kaki, tekstil, furnitur, dan udang, dikenakan tarif impor yang lebih tinggi dibandingkan produk serupa dari negara-negara pesaing, baik dari kawasan ASEAN maupun Asia lainnya seperti China, India, Korea Selatan, dan Jepang.

Bahkan, dengan adanya tambahan tarif sebesar 10 persen yang diberlakukan selama 90 hari ke depan, tarif rata-rata untuk produk garmen asal Indonesia bisa mencapai hingga 47 persen. Hal ini terjadi karena sebelumnya produk-produk tersebut sudah dikenakan tarif dasar antara 10 hingga 37 persen.

“Dengan tambahan tarif 10 persen, maka produk Indonesia bisa dikenakan hingga 47 persen. Ini jelas membuat posisi kita kurang kompetitif,” jelas Airlangga.

Merespons kebijakan Presiden AS Donald Trump yang pada 2 April 2025 mengumumkan penerapan tarif resiprokal terhadap sejumlah negara, termasuk Indonesia, pemerintah segera mengajukan negosiasi agar struktur tarif yang dikenakan menjadi lebih adil.

Dalam kebijakan tersebut, Indonesia dikenakan tarif sebesar 32 persen. Sebagai perbandingan, Filipina dikenakan 17 persen, Singapura 10 persen, Malaysia 24 persen, Kamboja 49 persen, Thailand 36 persen, dan Vietnam 46 persen.

Namun, pada 9 April 2025, Presiden Trump mengumumkan jeda penerapan tarif selama 90 hari bagi sebagian besar negara, kecuali China. Indonesia termasuk dalam negara yang mendapat masa penangguhan tersebut.

Airlangga menekankan bahwa masa jeda ini harus dimanfaatkan secara maksimal untuk menegosiasikan tarif yang lebih adil dan tidak diskriminatif terhadap produk-produk ekspor Indonesia.

“Kami meminta agar tarif yang dikenakan kepada Indonesia bisa diturunkan dan disesuaikan agar tidak lebih tinggi dari negara pesaing. Ini soal keadilan dan daya saing,” pungkasnya. (*)
 

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index