Fenomena Pei Pa di China: Layanan Pemuda Jadi Teman Pendamping Wanita Lajang untuk Naik Gunung

Fenomena Pei Pa di China: Layanan Pemuda Jadi Teman Pendamping Wanita Lajang untuk Naik Gunung
Puncak Kaisar Giok di Gunung Tai di China. (Istimewa/Wikipedia)

Beijing, sorotkabar.com - Pendakian gunung kini menjadi lebih dari sekadar olahraga fisik, berkat pei pa di China, layanan dari pemuda yang menawarkan jasa sebagai teman pendakian berbayar.

Layanan ini tidak hanya memberikan pengalaman menyenangkan bagi pelanggan, tetapi juga menjadi sumber pendapatan yang signifikan bagi para pelaku, meskipun menghadirkan tantangan dan risiko tersendiri.

Wendy Chen, seorang wanita lajang berusia 25 tahun, memanfaatkan fenomena pei pa ini untuk menaklukkan Gunung Tai, salah satu gunung terkenal di China. Dengan membayar pei pa sekitar US$ 49 (sekitar Rp 778.000), Wendy mendapatkan pendamping pendakian yang membantunya membawa barang, menyediakan perlengkapan, hingga mengabadikan momen di puncak gunung.

Pei pa di China ini kebanyakan dilakukan para mahasiswa atau mantan anggota militer, memasang tarif mulai dari US$ 30 (sekitar Rp 478.000) hingga yang termahal US$ 85 (sekitar Rp 1,3 juta) per perjalanan. Dalam musim pendakian, pendapatan pei pa bisa mencapai ribuan dolar, jauh melampaui gaji rata-rata di Tiongkok.

Chen Wudi, seorang pei pa penuh waktu China. Ia mengaku bisa mendapatkan penghasilan hingga US$ 2.800 (sekitar Rp 44 juta) per bulan, cukup untuk mendukung kehidupannya di kaki Gunung Tai.

Tren ini semakin populer, dengan tagar terkait pei pa di China pada media sosial menarik lebih dari 100 juta kunjungan. Namun, fenomena pei pa ini juga memunculkan sejumlah kekhawatiran, terutama terkait keamanan pelanggan wanita muda atau ibu dengan anak kecil.

Layanan pei pa di China ini belum memiliki regulasi resmi, sehingga risiko penipuan dan potensi situasi berbahaya tetap ada. Pelanggan diimbau untuk berhati-hati dan memastikan latar belakang pei pa sebelum menggunakan layanan mereka.

Bagi para pei pa, pekerjaan ini menawarkan pengalaman unik sekaligus pendapatan tinggi. Chris Zhang, seorang mahasiswa berusia 20 tahun, memanfaatkan tren ini untuk mendapatkan penghasilan US$ 2.800 selama musim panas, dibandingkan magang dengan gaji hanya US$ 280 (sekitar Rp 4,4 juta) per bulan.

Namun, pekerjaan ini juga menuntut fisik. Banyak pei pa melaporkan masalah kesehatan, seperti sakit lutut, akibat intensitas pendakian yang tinggi. “Pekerjaan ini tidak berkelanjutan,” kata Chen Wudi, yang mengaku hanya mampu bekerja maksimal beberapa bulan lagi.

Layanan pei pa di China menawarkan kombinasi unik antara olahraga, hiburan, dan peluang ekonomi. Namun, untuk memastikan keamanan pelanggan dan keberlanjutan industri ini, regulasi yang lebih jelas dan sistem verifikasi yang ketat sangat diperlukan.

Meski begitu, bagi banyak anak muda seperti Zhang dan Chen, tren pei pa di China ini adalah cara untuk mengeksplorasi hasrat mereka sambil mendapatkan penghasilan yang layak. (*) 
 

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index