Seoul, sorotkabar.com - Presiden Korea Selatan (Korsel) Yoon Suk Yeol sedang diselidiki kepolisian atas dugaan "pemberontakan" setelah menerapkan darurat militer yang mengejutkan dunia.
Jika dinyatakan bersalah atas dakwaan tersebut, Yoon terancam dijatuhi hukuman mati.
Penyelidikan kepolisian ini, seperti dilansir AFP dan Euro News, Jumat (6/12/2024), berbeda dengan upaya pemakzulan yang sedang berlangsung di parlemen Korsel, atau secara resmi disebut sebagai Majelis Nasional. Voting untuk pemakzulan dijadwalkan akan digelar pada Sabtu (7/12) malam waktu setempat.
Meskipun nantinya Yoon lolos dari pemakzulan, dia masih harus menghadapi penyelidikan pidana atas dugaan
"pemberontakan" yang didasarkan atas aduan resmi yang diajukan oleh oposisi kepada pihak kepolisian usai drama darurat militer berlangsung pada Selasa (3/12) malam hingga Rabu (4/12) dini hari.
Selain menyelidiki Yoon, menurut kantor berita resmi Yonhap, kepolisian juga sedang menyelidiki Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Lee Sang Min dan mantan Menteri Pertahanan (Menhan) Kim Yong Hyun atas keterlibatan mereka dalam penetapan darurat militer di Korsel pekan ini.
Kim yang baru saja mengundurkan diri dari jabatannya sebagai Menhan, kini telah dicegah untuk pergi ke luar negeri oleh otoritas penegak hukum Korsel.
Dakwaan pemberontakan merupakan tindak kejahatan yang melampaui kekebalan presiden, dan memiliki ancaman hukuman mati.
Namun diketahui juga bahwa meskipun hukuman mati tetap sah di Korsel, menurut laporan Euro News, tidak ada eksekusi mati yang dilakukan di Korsel sejak tahun 1997 silam.
pengerahan tentara-tentara dan helikopter militer ke gedung parlemen Korsel.
Namun para anggota parlemen dari kubu oposisi berhasil menggelar voting yang hasilnya secara bulat menolak darurat militer tersebut dan mendesak Yoon untuk mencabutnya.
Hasil voting parlemen itu secara hukum wajib dipatuhi oleh Yoon, yang kemudian mengumumkan pencabutan darurat militer.
Darurat militer yang sempat memicu kekhawatiran publik Korsel itu hanya berlangsung sekitar enam jam, yang kemudian disusul oleh langkah partai-partai oposisi mengajukan mosi pemakzulan terhadap Yoon atas tuduhan sang Presiden Korsel itu telah "sangat melanggar konstitusi dan hukum".
Jika mosi pemakzulan itu berhasil diloloskan dalam voting di parlemen pada Sabtu (7/12) malam, maka Yoon akan dinonaktifkan dari jabatannya sebagai Presiden Korsel sembari menunggu keputusan Mahkamah Konstitusi yang akan menggelar sidang dan memutuskan apakah pemakzulan itu bisa dibenarkan.
Mahkamah Konstitusi memiliki waktu 180 hari untuk menyidangkan pemakzulan Yoon.
Jika nantinya enam hakim Mahkamah Konstitusi menyetujui pemakzulan itu, maka Yoon akan secara resmi dimakzulkan sebagai Presiden Korsel dan pemilihan presiden (pilpres) terbaru harus digelar dari waktu 60 hari sejak pemakzulan diresmikan.(*)