Pekanbaru, sorotkabar.com – Ombudsman RI Perwakilan Provinsi Riau menyerahkan hasil kajian tinjauan cepat (Rapid Assessment) mengenai kesiapan pelabuhan perikanan di Provinsi Riau untuk mendukung implementasi Kebijakan Penangkapan Ikan Terukur (PIT).
Kajian ini diserahkan langsung Kepala Ombudsman RI Perwakilan Riau, Bambang Pratama ke Sekretaris Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Riau, Fajriyani.
Bambang menjelaskan bahwa kajian ini merupakan tindak lanjut dari kajian sistemik Ombudsman RI tahun 2023 tentang pengawasan pelayanan publik dalam penerapan Kebijakan PIT berbasis kuota dan zona, sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2023.
"Kebijakan ini bertujuan memperbaiki tata kelola perikanan tangkap agar lebih maju dan berkelanjutan dari aspek biologi, ekologi, ekonomi, dan sosial. Meskipun awalnya akan diberlakukan pada 1 Januari 2024, implementasinya ditunda hingga 2025 berdasarkan Surat Edaran Menteri Kelautan dan Perikanan," ungkapnya.
Kajian ini menyoroti kesiapan Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Dumai dari sisi infrastruktur, sumber daya manusia, dan pelayanan logistik. Kepala Keasistenan Pencegahan Maladministrasi Ombudsman Riau, Dasuki, menekankan bahwa PPI Dumai adalah satu-satunya pelabuhan di Riau yang memenuhi standar sebagai pelabuhan pangkalan PIT.
"Kapal berkapasitas di atas 30 GT diwajibkan menurunkan hasil tangkapan di pelabuhan pangkalan sesuai zona PIT. Hal ini membuat peran PPI Dumai semakin penting," jelas Dasuki seperti dikutip dari halloriau.com.
Namun, ia menambahkan, kapasitas PPI Dumai yang sehari-hari melayani nelayan tradisional dengan kapal rata-rata 5 GT perlu ditingkatkan untuk mengakomodasi kapal berkapasitas besar. "Ini membutuhkan persiapan matang agar pelayanan kepada nelayan tetap optimal," imbuhnya.
Tiga masalah utama yang harus ditangani hasil kajian Ombudsman Riau mengidentifikasi tiga masalah utama, pertama pelabuhan perikanan di Provinsi Riau terbatas dan tidak merata.
Dari dua zona PIT di perairan Riau, hanya PPI Dumai yang berstatus pelabuhan pangkalan. Sementara itu, pembangunan pelabuhan di Bagansiapiapi untuk Zona PIT 05 masih dalam proses. Zona PIT 01 bahkan tidak memiliki pelabuhan perikanan.
Kedua pembangunan Pelabuhan Bagansiapiapi ini membutuhkan percepatan, baik secara fisik maupun kelembagaan.
Ketiga, PPI Dumai perlu pemeliharaan infrastruktur, penambahan petugas layanan, koordinasi dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan terkait syahbandar perikanan, serta penyediaan BBM bagi nelayan.
Bambang berharap hasil kajian ini menjadi panduan strategis bagi Pemerintah Provinsi Riau dalam mempersiapkan pelabuhan perikanan menghadapi implementasi Kebijakan PIT.
“Langkah cepat dan strategis sangat diperlukan agar kebijakan ini berjalan lancar dan meningkatkan kesejahteraan nelayan,” ujarnya.
Dengan kajian ini, Provinsi Riau diharapkan mampu meningkatkan produktivitas sektor perikanan sekaligus menjaga kelestarian sumber daya laut. Hal ini diharapkan menjadi langkah maju dalam mewujudkan tata kelola perikanan yang berkelanjutan dan berkeadilan.(*)