Batam, sorotkabar.com - Ditreskrimum Polda Kepulauan Riau (Kepri) menangkap 5 orang pengurus dan penyalur Pekerja Migran Indonesia (PMI) ilegal selama periode Agustus-Oktober 2024. Salah satu pelaku yang diamankan merupakan warga negara asing (WNA) asal Malaysia.
"Selama periode Agustus-Oktober Subdit IV Ditreskrimum Polda Kepri menangkap 5 orang pelaku PMI non prosedural. Satu pelaku WNA asal Malaysia," kata Dirreskrimum Polda Kepri, Kombes Donny Alexander, Rabu (9/10/2024).
Donny mengatakan penangkapan kelima pelaku itu tertuang dalam 4 laporan polisi. Sebanyak 5 orang korban digagalkan keberangkatan ke Malaysia.
"Ada lima orang calon PMI non prosedural yang digagalkan keberangkatannya menuju Malaysia. Mereka asal Pekanbaru, Bengkulu, Banyuwangi, Gresik dan Jakarta," ujarnya.
Donny menerangkan kelima pelaku penempatan PMI ilegal yakni yakni YN, NS, RC, NW dan ZA (WNA Malaysia). Untuk WNA Malaysia diamankan di pelabuhan Internasional Batam Centre pada Senin (7/10).
"Penangkapan WNA asal Malaysia ini bermula dari kecurigaan petugas kepada seorang pria yang hendak berangkat kerja ke Malaysia secara non prosedural. kemudian dari itu dilakukan pengembangan dan mengamankan ZA," ujarnya.
Donny menyebut dari pendalaman pihaknya terhadap lima pelaku, diketahui para pelaku menggunakan beberapa modus baru. Mulai dari pemalsuan identitas hingga metode keberangkatan.
"Modus baru ada beberapa beberapa pemalsuan dokumen seperti KTP. Dulu mereka berangkat berkelompok. Sistem mereka saat bergerak sendiri berdua, dengan identitas palsu," ujarnya.
Dari pemeriksaan polisi, para pelaku mengaku mengambil keuntungan dari para korban setelah mereka bekerja. Para calon PMI Ilegal yang direkrut para pelaku rencananya akan dipekerjakan sebagai asisten rumah tangga hingga buruh.
"Para pelaku ini mengambil keuntungan dari para korban ketiak mereka bekerja di Malaysia. Nantinya ada potongan dari gaji yang diterima," ujarnya.
Atas perbuatannya kelima pelaku dijerat dengan Pasal Perlindungan Pekerja Migran. Mereka terancam pidana penjara maksimal 10 tahun dan denda maksimal Rp 15 miliar.(*)