Harga Pangan dan Tiket Turun, Oktober 2025 Diproyeksi Deflasi

Harga Pangan dan Tiket Turun, Oktober 2025 Diproyeksi Deflasi
Ilustrasi inflasi. (B Universe Photo/Joanito De Saojoao)

Jakarta,sorotkabar.com – Indeks harga konsumen (IHK) yang menjadi indikator utama inflasi diperkirakan menurun pada Oktober 2025. Inflasi Indonesia bulan ini bahkan berpotensi mencatatkan deflasi ringan sebesar 0,05% secara bulanan (month to month/mtm), didorong oleh turunnya harga pangan dan adanya diskon tarif pesawat.

Kepala Riset Makroekonomi dan Pasar Keuangan Bank Permata, Faisal Rachman, dalam laporan Permata Institute for Economic Research (PIER) Macro Preview, memperkirakan deflasi tersebut akan membalik arah dari inflasi 0,21% pada September 2025.

“Komponen harga bergejolak (volatile food) diperkirakan mencatatkan deflasi tipis, seiring turunnya harga sejumlah komoditas utama seperti cabai rawit, bawang merah, dan beras,” tulis Faisal dalam risetnya, Minggu (2/11/2025).

Selain itu, komponen harga yang diatur pemerintah (administered prices) juga diproyeksikan mengalami deflasi bulanan. Hal ini sejalan dengan kebijakan pemerintah yang memberikan diskon tarif tiket pesawat sekitar 12%–14% untuk pembelian pada 22 Oktober 2025 hingga 10 Januari 2026, guna mengantisipasi lonjakan permintaan menjelang musim libur akhir tahun.

Sementara itu, inflasi inti diperkirakan sedikit meningkat dari 0,18% menjadi 0,19% (mtm), dipengaruhi kenaikan harga emas dan pelemahan nilai tukar rupiah. Secara kumulatif, inflasi Januari–Oktober 2025 diperkirakan mencapai 1,77% year-to-date, masih dalam kisaran target Bank Indonesia (BI).

Secara tahunan (year-on-year), inflasi IHK Oktober 2025 diproyeksikan berada di level 2,52%, turun dari 2,65% pada September. Inflasi inti juga diperkirakan melemah menjadi 2,15% dari sebelumnya 2,19%.

PIER mempertahankan perkiraan inflasi hingga akhir 2025 akan tetap berada dalam kisaran target BI sebesar 1,5%–3,5%.

“Kami memperkirakan inflasi tahun ini akan berakhir di sekitar 2,33%, naik dari 1,57% pada akhir 2024,” ujar Faisal.

Menurutnya, kondisi tersebut memberi ruang bagi BI untuk mempertahankan kebijakan moneter yang longgar dan propertumbuhan. Permata Bank juga masih melihat potensi satu kali pemangkasan suku bunga acuan (BI Rate) sebesar 25 basis poin sebelum akhir tahun.

Faisal menilai tekanan inflasi global mulai mereda seiring berkurangnya ketegangan geopolitik dan perang dagang. Meskipun peluang penurunan suku bunga lanjutan oleh The Fed tahun ini mengecil, pasar tetap memperkirakan ruang pelonggaran tambahan pada 2026. Hal itu dinilai dapat meredakan kekhawatiran terhadap depresiasi rupiah dan menekan risiko inflasi impor.

Namun, Faisal mengingatkan risiko dari dalam negeri perlu dicermati, seiring kebijakan fiskal dan moneter yang sama-sama ekspansif dan berpotensi menambah jumlah uang beredar. Dampak inflasi dari ekspansi likuiditas tersebut diperkirakan sekitar 0,3–0,5 poin persentase.

“Akan tetapi, dengan kondisi ekonomi yang masih memiliki output gap negatif dan permintaan domestik yang belum terlalu kuat, tekanan inflasi sisi permintaan akan tetap terbatas,” ujarnya. Ia menambahkan, normalisasi harga emas dan kebijakan pemerintah seperti diskon tarif transportasi menjelang akhir tahun dapat membantu menjaga inflasi di kisaran rendah.

Bahkan, inflasi bisa turun lebih jauh apabila pasokan pangan membaik dan kebijakan penurunan harga eceran tertinggi (HET) pupuk hingga 20% berjalan efektif. “Apabila kondisi itu terjadi, komponen harga pangan bergejolak berpotensi mengalami deflasi, dan inflasi keseluruhan bisa lebih rendah dari 2,33%,” pungkas Faisal.

Untuk diketahui, inflasi Oktober 2025 akan diumumkan pada Senin, 3 November 2025. Bersamaan dengan itu, data neraca perdagangan ekspor dan impor juga bakal dirilis.(*) 
 

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index