Rio de Janeiro, sorotkabar.com — Pihak berwenang Brasil melancarkan operasi besar-besaran melawan geng kriminal di favela Rio de Janeiro, yang menewaskan sedikitnya 60 tersangka dan menyita lebih dari setengah ton narkoba.
Sekitar 2.500 polisi dan tentara Brasil, dengan dukungan helikopter dan kendaraan lapis baja, dikerahkan pada 28 Oktober 2025 untuk mengepung dua kawasan kumuh besar, Complexo de Alemao dan Penha, demi memburu anggota geng penyelundup narkoba terkenal Red Command.
Gubernur Negara Bagian Rio de Janeiro, Claudio Castro, menyebut operasi tersebut sebagai yang terbesar dalam sejarah kota Rio, hasil dari penyelidikan selama satu tahun. Para anggota geng melawan dengan senjata, memicu baku tembak sengit yang menewaskan empat polisi dan 60 tersangka.
Dalam penggerebekan itu, 81 tersangka ditangkap, sementara 93 senjata api dan lebih dari setengah ton narkoba berhasil disita.
“Kami tidak akan menoleransi serangan pengecut terhadap aparat kami,” tegas Kepolisian Negara Bagian Rio de Janeiro dalam pernyataan resminya.
Video yang beredar di media sosial memperlihatkan asap dan api mengepul dari dua permukiman kumuh di tengah baku tembak hebat. Akibat situasi tersebut, 46 sekolah ditutup dan Universitas Rio de Janeiro membatalkan kelas malam serta menginstruksikan mahasiswa untuk tetap berlindung di kampus.
Media lokal melaporkan, anggota geng memblokir sejumlah jalan di wilayah utara dan tenggara Rio. Sekitar 70 pengemudi bus dipaksa memarkir kendaraan mereka untuk memblokir jalan, yang menyebabkan gangguan besar pada sistem transportasi kota.
Sementara itu, Badan Hak Asasi Manusia PBB menyatakan keprihatinannya atas kampanye berdarah tersebut dan meminta pemerintah Brasil membuka penyelidikan independen.
Direktur Human Rights Watch Brasil, César Muñoz, menyebut operasi itu sebagai tragedi kemanusiaan. Ia mendesak jaksa untuk mengklarifikasi secara transparan penyebab dan situasi setiap kematian yang terjadi.
Menanggapi eskalasi situasi, Wakil Presiden Brasil Geraldo Alckmin bersama
sejumlah menteri menggelar rapat darurat pada sore hari 28 Oktober. Kepala Staf Presiden Rui Costa juga bertemu dengan Menteri Kehakiman Ricardo Lewandowski di Rio de Janeiro untuk membahas langkah lanjutan.
Geng Red Command dikenal muncul dari sistem penjara di Rio de Janeiro dan berkembang pesat di kawasan kumuh dalam beberapa tahun terakhir.
Kota ini sebelumnya juga pernah mengalami penggerebekan berdarah, antara lain pada Maret 2005 di wilayah Baixada Fluminense yang menewaskan 29 orang, dan di Favela Jacarezinho pada Mei 2021 yang menelan 28 korban jiwa.
Sosiolog dan pakar keamanan publik Universitas Katolik Kepausan Minas Gerais, Luis Flavio Sapori, menilai operasi kali ini memiliki tingkat korban yang belum pernah terjadi sebelumnya.
“Ini adalah skala korban yang mendekati kondisi perang,” ujarnya. Sapori juga mengkritik efektivitas operasi tersebut karena tidak menargetkan pemimpin geng, melainkan hanya anggota berpangkat rendah yang mudah digantikan.
“Tidak cukup hanya menyerbu, menembak, lalu pergi. Rio de Janeiro tidak memiliki strategi keamanan publik yang menyeluruh,” tegasnya.(*)