Solo, sorotkabar.com - Dosen Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) memperkuat pemahaman hukum pengurus Amal Usaha Muhammadiyah (AUM) Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah lewat kegiatan diklat pilar hukum keorganisasian Muhammadiyah.
Ketua PCM Sukoharjo Sodiqhul Amin, S.Pd., pada kegiatan, Sabtu mengatakan Majelis Hukum dan HAM Pimpinan Cabang Muhammadiyah (PCM) Sukoharjo menggelar kegiatan Diklat Pilar Hukum Keorganisasian dan Tata Kelola Amal Usaha Muhammadiyah (AUM) di Aula SMK Muhammadiyah 1 Sukoharjo.
Kegiatan ini diikuti oleh sekitar 102 peserta yang terdiri dari pengurus PCM, PRM Muhammadiyah/Aisyiyah, serta pengelola AUM se-Kecamatan Sukoharjo.
Ia mengatakan pelatihan ini lahir dari keprihatinan atas masih minimnya pemahaman hukum dalam tata kelola amal usaha di lingkungan Muhammadiyah.
“Banyak persoalan muncul karena kurangnya pengetahuan tentang status hukum entitas dan pengelolaan aset yang tidak sesuai peruntukan. Padahal, legalitas adalah pilar penting bagi keberlanjutan dakwah Muhammadiyah,” tegasnya.
Ia menjelaskan Muhammadiyah sebagai gerakan Islam dakwah amar ma’ruf nahi munkar dan tajdid memiliki jaringan amal usaha yang luas di bidang pendidikan, kesehatan, dan ekonomi. Namun, seiring dengan perkembangan zaman, tantangan hukum dan manajerial yang dihadapi semakin kompleks.
“Melalui diklat ini, kami berharap para pengurus di tingkat cabang dan ranting serta para pengelola AUM memahami aspek hukum yang mengatur tata kelola organisasi agar tercipta transparansi, akuntabilitas, dan kepatuhan terhadap konstitusi persyarikatan,” ujarnya.
Kegiatan ini dirancang untuk memberikan bekal komprehensif mengenai aspek hukum dan tata kelola yang profesional. Menurut panitia penyelenggara, peserta diharapkan memahami status hukum antara yayasan dan perkumpulan, mengenali peran dan tanggung jawab pembina, pengurus, serta pengawas, dan menyadari pentingnya AD/ART sebagai konstitusi tertinggi organisasi.
Selain itu, pelatihan ini juga menekankan pentingnya administrasi korporat yang baik, termasuk pelaksanaan rapat tahunan, penyusunan notulensi sah, serta pengelolaan aset sesuai peraturan perundangan.
“Tujuan akhirnya adalah agar setiap AUM dapat dikelola secara legal dan profesional sehingga kredibilitas serta keberlanjutan persyarikatan dapat terus dijaga,” terang Sodiqhul Amin.
Diklat ini menghadirkan dua narasumber dari Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) yang ahli di bidang hukum. Sesi pertama disampaikan oleh Dr. Marisa Kurnianingsih, S.H., M.H., M.Kn., dengan topik Pilar Hukum Keorganisasian & Good Governance, setelah itu dilanjutkan sesi ke dua oleh Dr. Andria Luhur Prakoso, S.H., M.Kn., yang memaparkan materi Administrasi Korporat & Manajemen Aset.
Pada sesi pertama, Marisa menjelaskan hukum dalam organisasi berfungsi tidak hanya sebagai alat pengendali tetapi juga sebagai sistem perlindungan bagi aset dan kegiatan dakwah Muhammadiyah.
“Hukum harus menjadi instrumen pencegahan, bukan sekadar penyelesaian masalah,” ungkapnya.
Ia menegaskan pentingnya tata kelola organisasi yang selaras dengan prinsip good governance dan fiqih tata kelola Muhammadiyah yang meliputi akuntabilitas, transparansi, pengawasan, keadilan, serta rekrutmen yang sehat.
“Ketika hukum dikesampingkan, akan muncul potensi masalah, baik di bidang perdata, pidana, aset, pajak, maupun ketenagakerjaan. Semua harus diantisipasi dengan tata kelola yang tertib,” katanya.
Marisa juga menyoroti posisi Muhammadiyah sebagai badan hukum perkumpulan yang diakui pemerintah sejak masa Hindia Belanda melalui Besluit Nomor 81 Tahun 1914. Status hukum ini harus dipahami oleh semua pengelola AUM agar setiap kegiatan dan aset dapat dipertanggungjawabkan sesuai hierarki peraturan organisasi, dari anggaran dasar hingga peraturan amal usaha.
Menginjak sesi kedua, Andria Luhur Prakoso menekankan pentingnya dokumentasi hukum yang lengkap dan sah dalam setiap aktivitas organisasi. Setiap perbuatan hukum harus tertulis dan terdokumentasi. Hal tersebut bukan soal administratif semata, tapi soal tanggung jawab hukum.
Menurutnya, salah satu sumber konflik dalam AUM sering muncul karena ketidakjelasan status aset, apakah termasuk wakaf, hibah, atau milik persyarikatan.
“Kita harus mampu membedakan status aset dan mengelolanya secara legal. Aset wakaf tidak boleh diperjualbelikan, sementara aset milik persyarikatan harus atas nama badan hukum Muhammadiyah, bukan individu,” jelas Andria.
Ia juga menambahkan administrasi korporat yang baik mencakup kepatuhan terhadap rapat tahunan, pencatatan keputusan, dan pelaporan keuangan yang transparan.
Menutup kegiatan, H. Sodiqhul Amin menyampaikan terima kasih kepada para narasumber dan peserta yang telah aktif berpartisipasi. Ia berharap hasil diklat ini tidak berhenti pada tataran pengetahuan, tetapi diwujudkan dalam praktik di lapangan.
“Tata kelola yang baik adalah bagian dari dakwah. Dengan memahami hukum, kita bukan hanya menjaga aset, tetapi juga menjaga marwah persyarikatan Muhammadiyah,” tutupnya.(*)