Sulawesi Barat, sorotkabar. com
Penangkapan tragis yang menimpa RN (23) bersama dua anggota keluarganya di Kecamatan Tapango, Polewali Mandar, Sulawesi Barat, menuai sorotan tajam.
RN ditangkap polisi dengan tuduhan mencuri biji kakao, namun yang mengejutkan, penangkapan tersebut dilakukan tanpa adanya barang bukti, hanya karena pakaian RN berbau kakao. Tiga hari kemudian, RN meninggal dunia dalam tahanan Polres Polewali Mandar dengan tubuh penuh luka lebam.
Kasus ini bermula pada Rabu (11/9/2024), ketika RN bersama ibunya, Nasriah (40), dan pamannya, Ansar (38), dalam perjalanan pulang dari hajatan keluarga di desa tetangga. Mereka disergap oleh polisi yang menuduh mereka mencuri biji kakao milik warga.
Meski tidak ada biji kakao yang ditemukan saat penangkapan, polisi tetap membawa RN dan keluarganya ke kantor Polres Polewali Mandar karena pakaian mereka berbau kakao.
Andri, ipar RN, menyebut bahwa RN dan anggota keluarganya tidak bersalah. Menurutnya, pakaian yang dikenakan RN memang sering digunakan untuk bekerja di kebun kakao sehingga berbau biji kakao.
Andri adalah istri dari Ansar dan Ansar adalah orang yang ditangkap bersama RN. “Waktu ditangkap, polisi tidak menemukan barang bukti biji kakao seperti yang dituduhkan. Hanya karena bajunya bau kakao, mereka dicurigai sebagai pelaku pencurian hingga ditangkap polisi,” jelas Andri.
Penangkapan RN dan keluarganya menimbulkan kegeraman, terutama karena tidak adanya bukti konkret yang mendukung tuduhan polisi. Pakaian RN yang berbau kakao menjadi alasan utama.
penangkapan tersebut, padahal polisi tidak menemukan biji kakao saat menyergap mereka. Menurut Andri, baju RN mungkin berbau kakao karena sering digunakan untuk bekerja di kebun, namun itu bukanlah bukti yang cukup untuk mengaitkannya dengan tindak pidana pencurian.
“Polisi hanya mencium bau kakao dari baju yang dikenakan RN, dan itu dijadikan alasan untuk menangkapnya. Padahal, tidak ada biji kakao atau barang bukti apapun yang ditemukan di tempat kejadian,” tambah Andri. Meski demikian, RN tetap dibawa ke Polres Polewali Mandar dan ditahan bersama Nasriah dan Ansar. Selama dalam tahanan, RN mengalami kekerasan yang diduga dilakukan oleh aparat kepolisian. Tiga hari kemudian, RN meninggal dunia dengan tubuh penuh luka-luka dan lebam.
Nasriah, ibu RN, yang ditahan bersama anaknya dalam satu sel, menjadi saksi mata penganiayaan tersebut. Ia menyaksikan langsung bagaimana anaknya dipukuli dan diseret-seret oleh petugas. Nasriah hanya bisa menangis tanpa bisa berbuat apapun. “Anak saya dipukuli, ditendang, dan diseret polisi. Saya menyaksikan semuanya. Setelah anak saya meninggal, tubuhnya penuh luka-luka dan lebam,” ungkap Nasriah dengan penuh kesedihan.
Kasus ini mengundang kemarahan pihak keluarga yang menuntut keadilan atas kematian RN. Mereka mempertanyakan bagaimana tuduhan pencurian bisa muncul hanya dari pakaian yang berbau kakao, tanpa adanya barang bukti lainnya.
“Apa benar hanya karena baju berbau kakao, seseorang bisa diperlakukan seperti ini? RN pulang dalam kondisi jadi mayat, padahal dia sehat saat ditangkap,” kata Andri dengan tegas.
Di sisi lain, Wakapolres Polewali Mandar, Kompol Aidil Fitri, membenarkan kematian RN dalam tahanan namun membantah adanya penganiayaan oleh aparat kepolisian. Menurutnya, RN mengalami kesulitan minum air putih dan sempat dibawa ke rumah sakit sebelum akhirnya meninggal dunia.
Namun, polisi tidak menjelaskan secara rinci mengenai luka-luka dan lebam yang ditemukan pada tubuh RN, seperti yang diklaim oleh keluarga korban.
“Untuk mendapatkan pertolongan, polisi kemudian membawanya ke rumah sakit, namun setelah ditangani dokter, korban meninggal,” jelas Aidil.
Ia juga menegaskan bahwa kasus ini sedang dalam penyelidikan oleh Propram Polda Sulawesi Barat, dan sekitar 10 saksi telah diperiksa untuk mengungkap penyebab kematian RN.
Namun, keluarga RN tetap menuntut agar penyelidikan dilakukan secara transparan dan menyeluruh. Mereka berharap agar kematian RN yang ditangkap hanya karena baju berbau kakao ini bisa diusut tuntas, dan pelaku penganiayaan, jika terbukti bersalah, diberikan hukuman yang setimpal.
Kematian RN telah menarik perhatian publik, terutama mengenai bagaimana polisi dapat menangkap seseorang tanpa bukti kuat, hanya berdasarkan asumsi sederhana seperti bau dari pakaian.
Kasus ini menjadi pengingat akan pentingnya penegakan hukum yang adil dan berdasarkan bukti yang kuat, bukan sekadar dugaan tanpa dasar. Keluarga RN berharap agar keadilan dapat ditegakkan dan kasus ini menjadi pembelajaran bagi aparat penegak hukum untuk lebih berhati-hati dalam melakukan tindakan penangkapan.(*)