Medan,sorotkabar.com – Aksi mahasiswa di depan kantor DPRD Sumatera Utara, Selasa (28/8/2025), berakhir ricuh. Bentrokan dengan aparat membuat sejumlah massa aksi terpaksa mundur ke arah Jalan Imam Bonjol, Kota Medan.
Di tengah kepanikan itu, seorang mahasiswa justru menjadi korban kekerasan. Dari video yang beredar di media sosial, terlihat pemuda itu dijambak, lalu kepalanya diinjak hingga tubuhnya kejang-kejang. Pelaku yang belum teridentifikasi tampak mengenakan kemeja biru bergaris putih, topi, dan masker.
"Sadis sekali, kepalanya dipijak sampai kejang," tulis seorang warganet menanggapi video yang diunggah akun Indonesia Today, Rabu (27/8/2025).
Tindakan represif aparat menuai kecaman dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Medan. Direktur LBH Medan, Irvan Saputra, menyebut perlakuan tersebut sebagai bentuk penyiksaan yang brutal dan tidak manusiawi.
"Demonstrasi adalah hak warga negara yang dijamin UUD 1945, Pasal 28E ayat (3). Apa yang terjadi di depan DPRD Sumut justru memperlihatkan pelanggaran hak asasi manusia," ujarnya.
Menurut LBH Medan, kebebasan menyampaikan pendapat juga diatur dalam UU Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum serta UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM. Aturan tersebut menegaskan setiap warga berhak menggelar aksi tanpa intimidasi atau kekerasan.
Irvan menilai, pola pengamanan aparat Sumut tidak hanya melanggar hukum, tetapi juga mencederai demokrasi. "Polri seharusnya mengayomi masyarakat, bukan malah melakukan kekerasan yang melemahkan kepercayaan publik," ungkapnya.
Selain dugaan penganiayaan, LBH Medan menyoroti sikap Polda Sumut yang disebut menahan akses pendampingan hukum terhadap 39 mahasiswa yang ditangkap. Massa aksi itu dibawa ke Direktorat Kriminal Umum Polda Sumut setelah ricuh terjadi.
"Upaya kami untuk mendampingi klien dihalangi dengan alasan pendataan. Itu bentuk abuse of power dan bertentangan dengan KUHAP," jelas Irvan.
Ia menambahkan, penggunaan senjata laras panjang dalam pembubaran massa juga tidak sesuai aturan. Padahal, Perkap No 8 Tahun 2009 menegaskan bahwa penanganan unjuk rasa harus berlandaskan prinsip HAM.
LBH Medan juga menyesalkan absennya Ketua DPRD Sumut beserta anggota dewan ketika mahasiswa menyampaikan aspirasi. Kondisi itu disebut memperlihatkan lemahnya fungsi representasi rakyat di tingkat legislatif.
"DPRD memiliki kewajiban hukum untuk mendengarkan suara masyarakat. Mangkirnya para wakil rakyat dari momentum penting ini menunjukkan sikap abai terhadap konstitusi," pungkasnya.(*)