Matinya Akses Jalan Sei Tenayan

Senin, 02 September 2024 | 22:08:43 WIB

Teringat akan pertanyaan yang terkait “mati atau kematian. Apa tanda-tanda Jalan Orang Yang Mau Mati?”

Jawaban atas pertanyaan ini yang sering muncul adalah “orang tersebut pingsan, stroke, dalam ambulance, dan sebagainya.

Namun, jawaban atas pertanyaan tersebut bisa dihubungkan dengan peribahasa, “pasal jalan karena ditempuh; lancar kaji karena diulang”.

Pertanyaan “apa tanda-tanda jalan orang yang mau mati?”memang berkenaan dengan kata kematian, akan tetapi kematian yang dimaksud berkenaan, antara:

Pertama, jalan orang - Jalan setapak/gang yang mau mati, dan Kedua, jalan - cara jalan orang yang mau mati.

Terkait jawaban nomor satu seperti yang terjadi pada Jalan Tenayan Jaya Ujung/Sei Tenayan, karena tidak dilalui, maka jalan tersebut mati (seperti foto di atas).

Padahal, warga masyarakat yang bertempat tinggal di sekitar seberang Sei Tenayan juga warga Kelurahan Industri Tenayan, persisnya masih warga RW 02, RT 04, yang mereka perlu akses jalan yang resmi tidak melalui jalan kebun perusahaan.

Mereka butuh akses jalan untuk memperoleh pelayanan kesehatan, administrasi kependudukan, pelayanan pendidikan/mengaji, belanja, bersilaturrahmi, dan sebagainya.

Terkait matinya pembangunan akses jalan seberang Sei Tenayan sesungguhnya tidak akan terjadi karena selama kurun waktu 2006-2023 semakin bertambah perusahaan-perusahaan yang beroperasi sekitar Sei Tenayan, seperti PT. Tri Perkasa, PT. EMP/Kalila, PLTU PLN Tenayan, PLTG (PT MRPR), dan PT. GII.

Namun kenyataannya akses jalan warga seberang Sei Tenayan semakin tidak terperhatikan atau boleh dikatakan hampir atau telah mati.

Dahulu, berkisar awal tahun 2000 an, sebelum ada perusahaan-perusahaan masuk di sekitar pemukiman warga Sei Tenayan, akses jalan ke sana lancar dari Jalan Tenayan Jaya, bahkan bisa dilalui kenderaan roda empat.

Setelah itu, akses jalan seberang Sei Tenayan semakin banyak muncul perusahaan (PT. Tri Perkasa, PT. EMP/Kalila, PLTU Tenayan, PLTG (PT MRPR), PT GII) akses jalan warga Seberang Sei Tenayan semakin terabaikan.

Kenapakah?
Apakah kondisi tidak terperhatikan tersebut karena masyarakat sekitar kawasan tersebut adalah hanya warga kelas bawah, yang tidak punya koneksi kepada  perusahaan-perusahaan kawasan tersebut, sehingga mereka tidak perlu diperhatikan. Ataukah kita semua membiarkan hal seperti terjadi? 

Bagi kita yang masih memiliki tanggungjawab “memikul amanah”, karena bagi yang ingatannya belum mati, masih segar dalam ingatan tatkala, PT. Medco yang sekarang dikenal PT. MRPR, mengadakan rapat “Project Appraisal” bersama masyarakat di Kel Industri Tenayan, menyampaikan janji kepada masyarakat untuk membangun infrastruktur jalan akses tersebut, Jalan Sei Tenayan.

Kenyataannya, sekarang jalan tersebut telah jadi hutan semak belukar karena tidak dpt dilewati kalau hujan deras turun akibat terjadinya banjir karena genangan limpahan  air hujan.

Ditambah lagi setelah selesai masa pembangunan Jalan 45 yang sepertinya pembangunannya terbengkalai untuk berfungsi alias hampir mati sebagai jalan akses bagi masyarakat sekitar Sei Tenayan.

Namun, untuk menyadarkan atau supaya ingatan para pemegang kekuasaan perusahaan-perusahaan tersebut tidak mati atau merasa terpanggil memperhatikan kepentingan warga di sekitar usaha-usaha mereka,  dibentuk program Community Social Responbility (CSR).

Bagi yang belum mati ingatan tentu program CSR diutamakan kepada masyarakat yang secara langsung berkenaan dengan operasional perusahaan-perusahaan di wilayah seberang Sei Tenayan RT 04, RW 02 Kelurahan Industri Tenayan, yang mana utamanya tiga perusahaan besar PT. PLN Nusantara Power dengan proses pembakaran batubara menghasilkan energi listrik, yang mana mengakibatkan polusi dari pembakaran batubara tersebut.

Ooh kalau begitu apa peran dan fungsi CSR? Kemana perginya? Toh ada pemerintah, karena pemerintah yang bentuk program CSR kenapa tak nampak fungsi CSR perusahaan-perusahaan tersebut.

Pemerintah sudah bangun jalan beton yg disebut Jalan 45 yang terbengkalai alias hampir mati yang dibangun di atas hibah tanah masyarakat melalui program Konsolidasi Tanah (KT) yang juga yang programnya hampir mati pula; sedangkan masyarakat telah merelakan 30 persen dari lahan tanahnya (warga telah melakukan kewajibannya sejak tahun 2014), serta pemerintah kota Pekanbaru berjanji akan menata posisi tanah warga sebesar 70 persen dan mengeluarkan sertifikat tanahnya melalui Badan Pertanahan Nasional (BPN), akan tetapi janji pemerintah tersebut hingga tahun 2024 belum jelas atau seperti mati realisasinya.

Mungkin kita sudah lupa atau mati ingatan pula apa fungsi pemerintah. Untuk menyegarkan ingatan kita (supaya tidak mati ingatan), perlu dimunculkan kembali fungsi pemerintah, yaitu Pemerintah Secara umum memiliki 4 fungsi pemerintah yakni fungsi pelayanan (service), fungsi pengaturan (regulating), fungsi pembangunan (development), dan fungsi pemberdayaan (empowerment). Untuk melaksanakan fungsi-fungsi tersebut, dibentuk pula pemerintahan secara berjenjang; Pemerintahan Desa/Kelurahan, pemerintahan kecamatan,
pemerintahan kabupaten/kota, pemerintahan provinsi, dan pemerintahan pusat.

Dalam rangka jalannya fungsi pemerintahan tingkat desa/kelurahan, dibentuk pula lembaga-lembaga yang melibatkan unsur masyarakat, seperti:
Lembaga Perberdayaan Masyarakat (LPM), Rukun Warga (RW), dan Rukun Tetangga ( RT).

Apapun level pemerintahannya memiliki tanggungjawab untuk mentuntaskan kewajibannya melalui ke empat fungsi tersebut, yaitu: pelayanan, pengaturan, pembangunan, dan pemberdayaan kepada masyarakat.(*)

Penulis:

DR. H. Kalayo Hasibuan, M.ED., TESOL.

Dosen Universitas Islam Negeri Sulthan Syarif Kasim (UIN Suska) Riau dan Tokoh Masyarakat Kelurahan Industri Tenayan.

Halaman :

Terkini