Aksi Unjuk Rasa GAASS di Depan Kejati Sumsel Soroti Dugaan Kejahatan Pembongkaran Cagar Budaya Pasar Cinde

Selasa, 22 Juli 2025 | 17:54:01 WIB

Palembang, sorotkabar.com — Sekelompok mahasiswa yang tergabung dalam Gerakan Pemuda Mahasiswa Sumatera Selatan (GAASS) menggelar aksi demonstrasi di halaman kantor Kejaksaan Tinggi Sumatera Selatan (Kejati Sumsel).

Aksi ini digelar sebagai bentuk protes atas lambannya proses hukum terhadap pihak-pihak yang diduga terlibat dalam perusakan dan pembongkaran Pasar Cinde, yang telah ditetapkan sebagai salah satu bangunan cagar budaya di Kota Palembang.

Dalam penyampaian pernyataan sikap, koordinator lapangan GAASS, Medi Susanto, menegaskan bahwa pembongkaran Pasar Cinde merupakan bentuk pelanggaran terhadap Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya, khususnya pada pasal-pasal yang mengatur tentang perlindungan, larangan penghapusan, serta ancaman pidana terhadap perusakan objek cagar budaya.

Pasar Cinde, yang dibangun pada tahun 1958 dan awalnya dikenal dengan nama Pasar Lingkis, merupakan hasil pengembangan arsitektural bergaya modern yang dipengaruhi desain Pasar Johar Semarang. Di bawah kepemimpinan Wali Kota Palembang saat itu, H.M. Ali Amin, pasar ini menjadi simbol kemajuan dan identitas kota. Lokasi pasar tersebut juga memiliki nilai historis karena berada di kawasan Cinde Welang, petilasan dari Pangeran Ario Kesumo Abdurohim, sehingga menambah bobot sejarah dan budaya kawasan tersebut.

Dalam perkembangannya, Pemerintah Kota Palembang berupaya mengusulkan revitalisasi pasar dengan alasan penataan dan modernisasi. Namun, langkah tersebut turut melibatkan permohonan penghapusan aset tetap yang kemudian mendapat persetujuan dari Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan melalui surat resmi pada tahun 2014. Proses itu menjadi titik awal pembongkaran total pasar yang oleh sebagian besar sejarawan dan penggiat budaya dinilai sebagai penghancuran warisan kota.

GAASS dalam pernyataannya mengkritisi bahwa upaya tersebut bertentangan dengan status Pasar Cinde yang telah ditetapkan sebagai cagar budaya melalui SK Nomor 179.a/KPTS/disbud/2017, sehingga tindakan pembongkaran dinilai bukan hanya kelalaian administratif, tetapi juga termasuk ke dalam ranah pidana.

Berdasarkan hasil penyidikan yang telah dilakukan oleh Kejati Sumsel, beberapa nama telah ditetapkan sebagai tersangka, di antaranya mantan Gubernur Sumatera Selatan, mantan Wali Kota Palembang, sejumlah pejabat panitia proyek kerja sama, serta pihak dari perusahaan swasta PT Magna Beatum yang terlibat dalam pelaksanaan proyek. Namun, GAASS menilai bahwa proses hukum belum menyentuh aktor-aktor lain yang patut diduga turut serta dalam pengambilan keputusan strategis maupun eksekusi teknis perusakan.

Dalam tuntutannya, GAASS mendesak tiga hal pokok: Pertama, penetapan tersangka baru yang turut serta dalam perencanaan dan pelaksanaan pembongkaran, berdasarkan ketentuan pasal 55, 66 ayat (1), 110, 112, 113, dan 114 UU Cagar Budaya. Kedua, penangkapan terhadap individu-individu lain yang telah terindikasi kuat sebagai bagian dari proses penghancuran pasar.

Ketiga, pengembangan proses penyidikan terhadap para saksi yang telah dimintai keterangan, guna membuka kemungkinan peningkatan status hukum mereka menjadi tersangka.

Menariknya, aksi unjuk rasa ini berlangsung tanpa pengawalan aparat Kepolisian dan hanya dijaga petugas keamanan internal Kejati Sumsel. Meskipun demikian, seluruh rangkaian kegiatan berlangsung secara tertib dan damai, dengan penyerahan dokumen tuntutan sebagai bentuk permohonan resmi kepada institusi penegak hukum.

GAASS menyatakan bahwa pihaknya akan terus mengawal proses hukum terhadap kasus ini hingga seluruh pihak yang bertanggung jawab dimintai pertanggungjawaban sesuai dengan koridor hukum yang berlaku. Mereka menekankan bahwa perlindungan terhadap cagar budaya bukan hanya tanggung jawab moral, tetapi merupakan amanat undang-undang yang wajib ditegakkan oleh seluruh komponen negara.(mnd)

Terkini