Terkenal Kaya Migas, Tapi Soal Lokasi Hilirisasi, Lagi-lagi Riau Diabaikan Pusat

Jumat, 21 Maret 2025 | 22:32:43 WIB
Lokasi yang layak dipertimbangkan adalah daerah Buruk Bakul, Kecamatan Bukit Batu, Kabupaten Bengkalis, karena dekat dengan Selat Malaka.

Pekanbaru,sorotkabar.com - Meski Provinsi Riau terkenal kaya dengan sumber daya alam minyak dan gas bumi di Indonesia, namun hal itu sepertinya tidak menjadi pertimbangan Pemerintah Pusat dalam menetapkan daerah lokasi pembangunan industri hilirisasi migas yang digagas pemerintahan Presiden Prabowo saat ini.

"Lagi-lagi Riau diabaikan (pusat) dalam penetapan lokasi proyek pembangunan hilirasi migas, padahal potensi Riau lumayan besar. Riau hanya dijadikan sebagai daerah penghasil bahan mentah.

Infrastruktur kita tidak diutamakan oleh pusat," kata Ekonom Senior Universitas Riau, Dahlan Tampubolon, Jumat (21/3/2025).

Pernyataan ini dilontarkan Dahlan menanggapi harapan yang mencuat di tengah kalangan masyarakat Riau saat ini.

Muncul harapan agar Presiden Prabowo dan Bahlil Lahadalia selaku Kepala Satuan Tugas Percepatan Hilirisasi dan Ketahanan Energi Nasional, untuk menetapkan Riau sebagai salah satu lokasi program percepatan hilirisasi dan ketahanan energi nasional.

Pertimbangannya, terdapat sekitar 65 juta barrel minyak bumi yang keluar dari perut bumi Provinsi Riau setiap tahunnya. Selain itu, hampir 4 juta ton Crude Palm Oil (CPO) yang diekspor dari Provinsi Riau setiap tahunnya.

Dengan dibangunnya program hilirisasi di Riau yang merupakan pusat sumber bahan baku hilirisasi, akan dapat menghemat biaya, sesuai dengan semangat efisiensi pemerintah pusat saat ini.

Lokasi yang layak dipertimbangkan adalah daerah Buruk Bakul, Kecamatan Bukit Batu, Kabupaten Bengkalis, karena dekat dengan Selat Malaka.

"Terlambat, sudah dibangun di Pulau Pemping, di Kepri. Hilirisasi migas, bahan mentahnya bukan minyak dari PHR, itu minyak impor dari Singapura (melalui Singapore).

Sementara untuk CPO, industri lebih memilih membangun hilirisasi di daerah yang dekat dengan pasar, yaitu Jawa," kata Dahlan.

Menurut Dahlan, meski Pulau Pemping luasnya hanya 150-160 km persegi, tapi strategis. Penduduknya hanya 1000 jiwa, berada di jalur logistik kapal-kapal besar, bahan mentahnya dari Timur Tengah, bisa pakai tanker raksasa, serta dekat dengan pos Angkatan Laut.

"Jadi pemilihannya bukan atas usulan penduduk atau masyarakat di sana, melainkan karena lokasi yang strategis," jelas Dahlan.

Kalau kita mau menekan, lanjut Dahlan, mestinya PTPN membangun proyek hilirisasi di Riau. Sementara swasta nasional sudah memiliki industri dan jejaring di Jawa.

Sedangkan swasta asing seperti SimeDerby-nya Malaysia sudah menentukan quota untuk industri minyak sawitnya di Semenanjung. "Infrastruktur (kita) belum mendukung untuk membangun hilirisasi besar," kata Dahlan. (*) 
 

Terkini