Dirut PTPN IV PalmCo, Jatmiko: Sawit Adalah Anugerah Hijau Indonesia yang Berkelanjutan

Kamis, 26 Desember 2024 | 22:06:41 WIB
Talk show bertajuk “Unveiling Palm Oil: Indonesia's Green Gold”.

Pekanbaru, sorotkabar.com – Sub Holding PTPN III (Persero), PTPN IV PalmCo, bersama Fakultas Budidaya Pertanian Universitas Gadjah Mada (UGM) menyelenggarakan talk show bertajuk “Unveiling Palm Oil: Indonesia's Green Gold”.

Acara yang dihadiri lebih dari 500 peserta ini membahas secara mendalam manfaat sawit dalam kehidupan sehari-hari serta kontribusinya bagi perekonomian dan lingkungan Indonesia.

Direktur Utama PTPN IV PalmCo, Jatmiko K. Santosa, menyebut kelapa sawit sebagai "anugerah" yang menopang perekonomian nasional, terutama saat dunia mengalami krisis seperti pandemi COVID-19.

“Sawit adalah salah satu penopang ekonomi bangsa. Namun, di negara kita sendiri, sawit sering mendapatkan pandangan negatif,” ujar Jatmiko.

Ia menambahkan, banyak mitos tentang sawit yang bertentangan dengan fakta. "Selama ini, sawit sering dikaitkan dengan isu deforestasi, kekeringan, hingga masalah lingkungan lainnya. Padahal, data menunjukkan sebaliknya," tegasnya.

Jatmiko menjelaskan, salah satu mitos terbesar adalah sawit sebagai penyebab utama deforestasi. Namun, data Global Forest Watch mencatat bahwa deforestasi Indonesia pada periode 2015-2022 adalah yang terkecil di dunia. "Hanya 17% dari total kawasan non-hutan di Indonesia digunakan untuk perkebunan sawit sejak 1985 hingga 2023," katanya.

Sawit juga dituding sebagai tanaman boros air. Namun, penelitian menunjukkan sawit adalah tanaman hemat air kedua setelah tebu. "Dalam menghasilkan energi, sawit hanya membutuhkan 75 m³ air per gigajoule, jauh lebih sedikit dibandingkan rapeseed di Eropa yang membutuhkan 184 m³," ungkap Jatmiko.

Dari segi kontribusi lingkungan, kebun sawit mampu menyerap karbon dioksida hingga 64 ton per hektar dan menghasilkan 18 ton oksigen, jauh lebih tinggi dibandingkan hutan primer. “Fakta ini membantah anggapan bahwa sawit merusak lingkungan,” katanya.

Namun, Jatmiko mengakui masih ada pelaku usaha yang belum menerapkan praktik budidaya berkelanjutan. “Ini menjadi pekerjaan rumah bagi kita semua untuk memastikan standar sawit lestari diterapkan secara luas,” ujarnya.

Sawit tidak hanya menghasilkan minyak goreng, tetapi juga menjadi bahan baku energi terbarukan. Selain itu, minyak makan merah berbahan dasar sawit memiliki kandungan provitamin A yang jauh lebih tinggi dibandingkan wortel, sayuran hijau, atau tomat.

“Minyak sawit tidak mengandung kolesterol karena kolesterol hanya dihasilkan oleh hewan dan manusia. Ini fakta yang sering dilupakan,” tambah Jatmiko.

Jatmiko juga memaparkan dampak ekonomi sawit yang signifikan. Indeks multiplier output perkebunan sawit mencapai 1,71, jauh di atas rata-rata sektor ekonomi nasional.

"Dampak ini terlihat dari peningkatan tenaga kerja di sektor sawit, yang melonjak dari 2,1 juta pada 2021 menjadi lebih dari 16 juta pada 2023,” jelasnya.

Sawit juga memberikan dampak positif bagi petani kecil melalui program kemitraan. “PalmCo telah mendistribusikan lebih dari 5,6 juta bibit unggul bagi petani. Kami juga meluncurkan program tumpang sari padi di lahan tanam ulang sawit rakyat,” kata Jatmiko.

Jatmiko menegaskan pentingnya kolaborasi antara semua pihak untuk menjaga keberlanjutan industri sawit. “Sawit adalah aset strategis Indonesia. Jika bukan kita yang menjaga, siapa lagi?” katanya.

Acara yang berlangsung di UGM ini juga disertai dengan pameran seni dan budaya dalam rangka Dies Natalis UGM, menjadikannya momen strategis untuk meningkatkan kesadaran tentang pentingnya industri sawit bagi Indonesia. (*) 
 

Terkini