Sydney,sorotkabar.com – Operator jaringan Optus kembali menjadi sorotan setelah gangguan jaringan besar-besaran membuat ratusan warga Australia tidak bisa menghubungi layanan darurat, yang berujung pada tiga kematian tragis.
Pemadaman jaringan Optus berlangsung selama 13 jam pada 18 September 2025, terutama berdampak di Australia Selatan, Australia Barat, dan Teritori Utara. Lebih dari 600 panggilan ke layanan darurat gagal terhubung. Namun, publik baru diberitahu setelah 40 jam usai insiden, menimbulkan kecaman luas.
Menurut Otoritas Komunikasi dan Media Australia (ACMA), Optus juga melanggar prosedur karena tidak segera memberi tahu regulator sampai masalah selesai.
CEO Optus, Stephen Rue, dalam konferensi pers pada Jumat (19/9/2025), menyebut insiden disebabkan “kesalahan teknis” saat peningkatan jaringan. Pemeriksaan keamanan setelah layanan pulih mengungkap adanya tiga korban jiwa: seorang pria (49) dan seorang wanita (49) di Perth, serta seorang wanita (68) di Adelaide.
Rue mengakui perusahaan baru menyadari masalah setelah 13 jam. Beberapa pelanggan yang mencoba melaporkan gangguan tidak ditangani sebagaimana mestinya.
“Saya sangat menyesalkan kematian dan kegagalan akses layanan darurat. Saya meminta maaf kepada publik dan keluarga korban atas insiden yang tidak dapat diterima ini,” ujar Rue (21/9/2025), seraya berjanji kejadian serupa tidak akan terulang.
Seorang juru bicara ACMA menegaskan, warga Australia harus bisa menghubungi layanan darurat kapan pun. Ini tanggung jawab paling mendasar penyedia telekomunikasi.
Menteri Komunikasi Australia, Anika Wells, pada 22 September menambahkan bahwa pihak berwenang tengah menyelidiki kasus ini. Ia menegaskan Optus akan bertanggung jawab penuh atas kegagalan fatal tersebut.
Optus, anak perusahaan Singapore Telecommunications Group, adalah operator seluler terbesar kedua di Australia. Namun, reputasinya tercoreng akibat berbagai insiden, pada 2023, di mana mereka gagal menyediakan akses panggilan darurat untuk 2.145 orang dan didenda lebih dari AU$ 8 juta. Kemudian pada 2022 terjadi serangan siber besar yang membocorkan data 9,5 juta warga.
Pada 2024, CEO Kelly Bayer Rosmarin mundur, digantikan oleh Stephen Rue.
Kini, perdana menteri Australia bahkan menyarankan Rue untuk mempertimbangkan pengunduran dirinya setelah skandal terbaru ini.(*)