Jakarta,sorotkabar.com – Pemerintah saat ini dinilai perlu segera memperkuat dasar hukum dalam mendukung proses transisi energi di Indonesia. Saat ini, landasan hukum yang digunakan masih berupa Peraturan Pemerintah (PP) dan Peraturan Presiden (Perpres), yang dinilai belum cukup kuat.
“Dasar hukum kita saat ini masih sebatas PP dan Perpres. Sebenarnya cukup bagus, tetapi jujur belum memiliki kekuatan yang memadai. Idealnya, transisi energi ini memiliki dasar hukum berupa undang-undang,” ujar Direktur Eksekutif Pusat Studi Hukum Energi dan Pertambangan (PUSHEP) Bisman Bakhtiar dalam acara Energi Mineral Festival di Pelataran Senayan, Jakarta, Rabu (30/7/2025).
Salah satu regulasi yang dinilai dapat menjadi fondasi adalah Rancangan Undang-Undang Energi Baru dan Energi Terbarukan (RUU EBET). Namun, hingga kini pembahasannya belum juga rampung meski telah berlangsung lebih dari lima tahun. Hal serupa juga terjadi pada RUU Minyak dan Gas (Migas) yang mandek selama lebih dari satu dekade.
“Padahal dalam RUU Migas, sebetulnya bisa dimasukkan substansi terkait energi, termasuk aspek transisi energi. Ya tetapi jangan ditanya kapan selesainya,” jelasnya.
Lebih lanjut, ia menjelaskan kehadiran undang-undang akan memberikan daya paksa yang lebih kuat dalam pelaksanaan kebijakan energi. Dengan demikian, akan tercipta keseimbangan antara kepentingan ekonomi, perdagangan, dan keberlanjutan energi.
“Kalau ditanya soal kesiapan, sebenarnya kita sangat siap dan potensial. Hanya saja memang aspek dasar hukum dan atmosfer pendukungnya perlu segera dilengkapi,” pungkasnya.(*)