Tel Aviv,sorotkabar.com - Krisis Timur Tengah mencapai puncaknya pada pekan ini, saat Israel melancarkan serangan terhadap situs nuklir utama Iran, sementara rudal balasan Iran menghantam sebuah rumah sakit di Israel. Dunia pun dibuat cemas.
Pada Kamis (19/6/2025) pagi, militer Israel mengonfirmasi bahwa mereka telah menyerang reaktor nuklir Khondab di Arak, termasuk fasilitas reaktor air berat yang baru dibangun sebagian.
Dikutip dari Reuters, serangan juga menyasar area di Natanz, yang disebut sebagai lokasi pengembangan komponen senjata nuklir oleh Iran.
Reaktor berat, seperti di Khondab dinilai berisiko tinggi dalam hal proliferasi nuklir, karena bisa memproduksi plutonium, yakni bahan utama dalam pembuatan bom atom.
Rudal Iran Menghantam Rumah Sakit Israel
Tak tinggal diam, Iran meluncurkan serangan rudal balasan ke sejumlah wilayah di Israel, termasuk Tel Aviv dan Beersheba.
Beberapa rudal bahkan menghantam area berpenduduk, salah satunya Soroka Medical Center di Israel Selatan, yang mengalami kerusakan serius.
Laporan dari layanan darurat menyebutkan lima orang terluka parah dan puluhan lainnya cedera akibat serangan tersebut.
Di Tel Aviv, ledakan terdengar keras saat sistem pertahanan udara mencoba mengintersepsi rudal yang datang. Beberapa bangunan di Ramat Gan rusak parah, sementara sejumlah warga masih terjebak di gedung-gedung yang hancur.
Garda Revolusi Iran mengeklaim, mereka menargetkan markas militer dan intelijen Israel yang berlokasi di dekat rumah sakit yang terkena dampak.
Dunia Khawatir Situasi Memburuk
Serangkaian serangan udara dan rudal yang dilakukan Israel dalam sepekan terakhir telah merusak sejumlah fasilitas militer Iran dan disebut menewaskan ratusan orang, termasuk pejabat militer senior.
Sementara Iran, menurut otoritas Israel, telah menembakkan lebih dari 400 rudal ke wilayah Israel, 40 di antaranya menembus pertahanan dan menewaskan 24 warga sipil.
Di sisi lain, Iran melaporkan sedikitnya 224 korban tewas akibat serangan Israel. Sumber independen, seperti HRANA bahkan menyebut jumlah korban mencapai 639 orang dengan lebih dari 1.300 luka-luka, meski belum dapat diverifikasi.
Trump Bungkam
Dalam pernyataan kepada media di luar Gedung Putih, Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump memilih bungkam soal apakah AS akan mendukung Israel dalam kampanye militernya.
"Saya mungkin melakukannya, mungkin tidak. Tidak ada yang tahu," ujarnya diplomatis.
Namun, Trump mengakui bahwa Iran telah mengirim sinyal ingin bertemu langsung di Washington. Ia menanggapi santai, tetapi menyiratkan bahwa waktu untuk diplomasi mungkin sudah terlambat.
Senator Demokrat AS pun memperingatkan bahwa keterlibatan militer AS di Timur Tengah harus dikonsultasikan dengan Kongres.
Mereka mendesak agar diplomasi tetap menjadi jalur utama mengingat potensi perang besar bisa menyeret banyak negara dan menimbulkan kekacauan global.
Iran Tidak Akan Menyerah
Dalam pidato yang disiarkan televisi untuk pertama kalinya sejak serangan dimulai, Pemimpin Tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei menanggapi tekanan AS dan Israel dengan tegas.
“Setiap intervensi militer AS akan berujung pada kerusakan yang tidak dapat diperbaiki. Bangsa Iran tidak akan menyerah,” katanya.
Iran bersikeras program nuklirnya semata-mata untuk tujuan damai, meski Badan Energi Atom Internasional menyatakan bahwa Teheran telah melanggar kewajiban nonproliferasi untuk pertama kalinya dalam 20 tahun.
Jerman, Prancis, Inggris Dorong Negosiasi Nuklir
Dalam upaya meredakan ketegangan, para menteri luar negeri dari Jerman, Prancis, dan Inggris dijadwalkan bertemu dengan delegasi Iran pada Jumat (20/7/2025) di Jenewa.
Tujuan utama pertemuan adalah mengembalikan Iran ke meja perundingan dan mencegah eskalasi lebih lanjut.
Presiden Rusia Vladimir Putin, ketika ditanya soal kemungkinan AS terlibat dalam pembunuhan Ayatollah Khamenei pun memberikan jawaban yang tegas.
“Saya tidak ingin membahas kemungkinan ini. Semua pihak harus mencari solusi damai," tegasnya.
Serangan Israel terhadap situs nuklir Iran dan balasan rudal Iran yang menghantam rumah sakit Israel telah menciptakan titik paling berbahaya dalam hubungan kedua negara dalam puluhan tahun terakhir. Ancaman perang terbuka bukan lagi sekadar wacana, tetapi kenyataan yang membayangi kawasan Timur Tengah.(*)