Gaza,sorotkabar.com – Serangan udara Israel menewaskan sedikitnya 46 orang di Jalur Gaza pada Senin (26/5/2025), termasuk 31 orang pada sebuah sekolah yang dijadikan tempat penampungan.
Serangan tersebut terjadi saat para pengungsi tengah tidur, dan menghanguskan barang-barang milik mereka.
Serangan ini terjadi di tengah ofensif militer Israel yang diperbarui sejak Maret 2025, setelah berakhirnya gencatan senjata dengan Hamas.
Israel bertekad untuk menguasai penuh Gaza dan melanjutkan operasi militer hingga Hamas dihancurkan atau dilucuti, serta untuk mengembalikan 58 sandera yang tersisa dari serangan 7 Oktober 2023.
Sekitar sepertiga dari sandera tersebut diyakini masih hidup.
Setelah lebih dari dua bulan memblokade total bantuan, Israel baru mulai membuka akses terbatas terhadap makanan, obat-obatan, dan bahan bakar ke Gaza pekan lalu.
Namun, kelompok-kelompok kemanusiaan menyebut bantuan tersebut masih jauh dari mencukupi kebutuhan yang semakin mendesak.
Sebuah sistem distribusi bantuan baru yang didukung oleh Israel dan Amerika Serikat diperkirakan akan segera berjalan.
Namun, sistem ini ditolak oleh badan-badan PBB dan organisasi kemanusiaan karena dinilai melanggar prinsip netralitas dan memungkinkan pihak yang bertikai mengontrol distribusi bantuan.
Pemimpin inisiatif tersebut, Jake Wood, mengundurkan diri sehari sebelum sistem dijalankan.
Ia menyatakan bahwa sudah jelas sistem ini tidak akan bisa beroperasi secara independen.
Sementara itu, serangan di lingkungan Daraj, Kota Gaza, yang menargetkan sekolah, melukai lebih dari 55 orang.
"Sebanyak tiga kali serangan Israel menghantam sekolah saat orang-orang tidur, membakar barang-barang mereka," kata Fahmy Awad, Kepala Layanan Darurat Kementerian Kesehatan.
Ia menyebutkan bahwa seorang ayah dan lima anaknya turut menjadi korban jiwa.
Rekaman video yang beredar di media sosial menunjukkan tim penyelamat memadamkan api dan mengevakuasi jenazah yang hangus terbakar dari reruntuhan sekolah.
Militer Israel mengeklaim bahwa serangan tersebut menargetkan pusat komando dan pengumpulan intelijen militan Hamas dan Jihad Islam yang beroperasi dari dalam sekolah.
Israel juga menyatakan bahwa korban sipil adalah akibat dari kelompok militan yang menggunakan area permukiman sebagai basis operasi.
Di lokasi berbeda, serangan udara terhadap sebuah rumah menyebabkan 15 anggota dari satu keluarga tewas, termasuk lima perempuan dan dua anak-anak.
Jenazah mereka dibawa ke Rumah Sakit Shifa di Kota Gaza.
Israel juga mengumumkan rencana peluncuran sistem distribusi bantuan melalui Yayasan Kemanusiaan Gaza.
Kelompok ini terdiri dari mantan pejabat kemanusiaan, pemerintah, dan militer, serta akan menggunakan perusahaan keamanan swasta untuk menjaga titik distribusi bantuan.
Israel menuduh Hamas menyalahgunakan bantuan, meski belum memberikan bukti konkret.
Yayasan tersebut menyatakan siap mengirimkan bantuan pada hari Senin dan menargetkan menjangkau satu juta warga Gaza, sekitar setengah dari populasi, dalam waktu satu minggu.
Namun, sejumlah badan PBB dan organisasi kemanusiaan menolak bekerja sama dengan sistem tersebut.
Mereka menilai sistem baru justru akan memicu pengungsian lebih lanjut, gagal memenuhi kebutuhan warga lokal, dan tidak sesuai dengan prinsip kemanusiaan internasional.
Mereka juga menyatakan tidak ada bukti adanya pengalihan sistematis bantuan oleh kelompok militan.
Serangan Israel telah menghancurkan sebagian besar wilayah Gaza dan menyebabkan sekitar 90% penduduknya mengungsi di dalam negeri. Banyak di antara mereka telah berpindah tempat berkali-kali sejak perang dimulai.(*)