Pekanbaru,sorotkabar.com – Hingga saat ini, Kejaksaan Tinggi (Kejati) Riau masih belum menunjukkan hasil signifikan dalam mengungkap dugaan korupsi terkait penerbitan surat tanah di kawasan Taman Hutan Raya Sultan Syarif Hasyim (Tahura SSH).
Meskipun kawasan seluas sekitar 6.000 hektare ini telah ditetapkan sebagai Tahura, kebun sawit ilegal terus bermunculan dengan dugaan memiliki surat tanah yang diperoleh secara tidak sah.
Pegiat lingkungan hidup Riau, Dr. Elviriadi, menilai Kejati Riau perlu memiliki gambaran yang jelas mengenai target penyelesaian kasus ini, termasuk batas waktu yang harus dicapai.
“Selain itu, Kejati Riau juga harus memiliki database yang kuat agar penanganannya lebih terarah,” ujarnya, Rabu (19/2/2025).
Menurutnya, permasalahan ini tidak mudah diselesaikan karena melibatkan banyak sektor, baik dari unsur pemerintahan maupun pihak-pihak yang mengelola kebun sawit di dalam Tahura. Ia juga menegaskan bahwa persoalan kebun sawit ilegal di kawasan ini bukanlah hal baru.
“Sudah banyak laporan yang masuk ke aparat penegak hukum, baik dari masyarakat maupun LSM. Namun, hingga kini, kebun-kebun tersebut tetap beroperasi. Ini menunjukkan adanya beking kuat di belakangnya,” tambahnya.
Elviriadi menyarankan Kejati Riau untuk berkoordinasi dengan pihak-pihak terkait, terutama Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Riau serta kementerian terkait. Ia menyesalkan lemahnya penegakan hukum dalam kasus ini yang tidak hanya merugikan lingkungan, tetapi juga mencerminkan kegagalan dalam melindungi kawasan konservasi.
Belum lama ini, Kepala Kejati Riau, Akmal Abbas, mengakui bahwa pihaknya masih belum menetapkan tersangka dalam kasus penerbitan surat tanah di Tahura SSH. Ia menyebutkan bahwa kasus ini masih ditangani oleh Aspidsus Kejati Riau.
Untuk diketahui, Kejati Riau telah memulai penyelidikan kasus dugaan korupsi dalam penerbitan Surat Keterangan Tanah (SKT) dan Surat Keterangan Ganti Rugi (SKGR) di kawasan hutan sejak 29 Oktober 2024.
Proses ini ditandai dengan penerbitan Surat Perintah Penyelidikan (Sprinlidik) oleh Kajati Riau, Akmal Abbas. Sejumlah pihak telah dimintai keterangan, termasuk pejabat DLHK Riau, pemerintah desa, dan kecamatan.
Parahnya kondisi di Tahura SSH dapat dilihat dari laporan resmi pemerintah. Dari total 6.172 hektare kawasan tersebut, hanya sekitar 29 persen yang masih berupa hutan, sementara sisanya telah dirambah dan dialihfungsikan menjadi perkebunan, terutama sawit.(*)