Jakarta,sorotkabar.com - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) telah memulai penyelidikan kasus dugaan pelanggaran HAM yang dilaporkan Kuasa hukum Warga Negara Asing (WNA) asal India, Hanfi Fajri, terhadap oknum Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) pada kantor pelayanan utama Bea dan Cukai tipe C Soekarno-Hatta.
Hal tersebut disampaikan Hanfi Fajri terkait perkembangan atas laporan yang dilayangkannya di Kantor Komnas HAM, Jakarta, Jumat (27/12).
"Saat ini sudah dalam proses penanganan dengan mekanisme pemantauan," kata Hanfi Fajri saat dihubungi, Senin (13/1).
Hanfi berharap Komnas HAM dapat segera cepat menyelesaikan laporan atau aduan yang dibuatnya atas dugaan pelanggaran HAM yang dilakukan oknum PPNS pada kantor pelayanan utama Bea dan Cukai tipe C Soekarno-Hatta karena berkaitan dengan Warga Negara Asing yang mana keberadaannya di Indonesia hanya sementara.
"Kami juga harus pikirkan keluarga yang telah menanti pulang khususnya seorang anak yang ulang tahun mendapatkan kado pahit dari oknum PPNS Bea Cukai Soekarno Hatta. Ini adalah kejahatan kemanusiaan yang dilakukan oleh oknum," kata dia.
Sebelumnya, Hanfi Fajri melaporkan dugaan pelanggaran HAM oknum PPNS pada kantor pelayanan utama Bea dan Cukai tipe C Soekarno-Hatta ke Komnas HAM.
Menurut Hanfi, laporan dibuat ke Komnas HAM lantaran oknum PPNS tersebut tidak memberikan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) kepada Kejaksaan, kepada terduga tersangka atau keluarganya.
"Dengan tidak memberikan SPDP oleh penyidik kepada JPU bukan saja menimbulkan ketidak pastian hukum, akan tetapi juga merugikan hak komstitusional terlapor atau tersangka sebagaimana yang telah diputus dalam putusan MK," kata Hanfi, di Kantor Komnas HAM, Jakarta, Jumat (27/12).
Kemudian dalam proses penyidikan yang dilakukan PPNS Bea Cukai Soekarno-Hatta, Hanfi mempertanyakan soal tidak adanya pendampingan dari penyidik Polri.
Padahal, jelas diatur dalam hukum acara pidana, PPNS memiliki kedudukan sebagai penyidik yang berada di bawah koordinasi dan pengawasan penyidik Polri.
Dirinya juga membantah kliennya melakukan penyelundupan satwa. Sebab, satwa yang diduga diselundupkan itu dibeli oleh kliennya di pasar hewan Jati Negara. Yang mana, hewan itu dibeli untuk dijadikan hadiah ulang tahun anak dari kliennya dan juga untuk dipelihara sendiri.
"Jadi, kliennya saya itu ke Indonesia untuk membeli bahan-bahan tekstil, saat berkeliling di Pasar Jatinegara, dia melihat ada pedagang hewan, lalu dibelinya," kata Hanfi.
Dia pun mempertanyakan ketegasan pihak PPNS dan penegak hukum yang justru diam, atau abai dengan tidak mengejar atau menangkap penjual hewan atau satwa yang katanya dilindungi.
"Yang dibeli itu diduga Lutung Budeng, kemudian satu ekor diduga Burung Nuri Raja Ambon, dan satu ekor burung diduga Serindit Jawa," kata dia.
Hanfi berharap kliennya dapat dibebaskan karena tuduhan adanya perbuatan yang dilakukan kliennya tidak ada unsur pidananya. Dan selain itu, karena proses penyidikan tidak sah batal demi hukum.
"Kalau memang itu berkaitan dengan Kepabeanan seharusnya barang yang dianggap bermasalah itu yang disita, bukan justru orangnya. Karena itu bukan kewenangannya. Justru tindakan oknum tersebut serampangan menyimpang dari hukum acara pidana, jangan karena dianggap orang asing diperlakukan seenaknya dalam bertindak. Ini bikin malu kita tidak bisa biarkan ulah yang buat coreng negara.," kata Hanfi.
Bahkan setelah dilaporkan ke Komans HAM oknum PPNS tersebut tindakannya semakin arogan dengan melarang pihak keluarga dan Kuasa Hukum untuk besuk datang ke rumah tahanan menjadi dipersulit. (*)