Pekanbaru,sorotkabar.com - Guru PPPK bernama Roza Sriwalinda menduga alasan dirinya dimutasi adalah karena melaporkan dugaan pemalsuan surat saat seleksi PPPK.
Roza mengaku dimutasi ke di SMA N 1 Batang Cenaku, meski dinyatakan lulus sebagai guru Fisika untuk SMA N 1 Peranap.
Penempatan tersebut dipersoalkan karena jam mengajar Fisika di SMA N 1 Batang Cenaku dikabarkan tidak mencukupi kebutuhan.
“Roza menduga penempatan dirinya di Batang Cenaku merupakan bentuk balasan setelah ia membongkar dugaan kecurangan dalam penerimaan guru PPPK tahun 2022,” kata kuasa hukum Roza, Dody Fernando Senin (21/10).
Dody menjelaskan, pada Juli 2023, Roza melaporkan kasus pemalsuan dokumen seleksi PPPK ke Polres Indragiri Hulu.
Dugaan pemalsuan itu ada ditemukan bahwa data mengenai masa kerja dan kehadiran telah dimanipulasi, termasuk surat keputusan (SK) yang dibuat dengan tanggal lebih tua dari seharusnya
Setelah laporan itu diproses, akhirnya Polres Inhu menetapkan mantan kepala sekolah SMA N 1 Peranap, Yuliatin dan Fatia seorang guru yang lulus seleksi PPPK tahun 2022 Fatia, sebagai tersangka.
“Dari laporan itu, ditemukan fakta bahwa Yuluatin dan Fatia merupakan saudara kandung. Yuliarin diduga kuat melakukan pemalsuan dokumen untuk memuluskan jalur adiknya menjadi PPPK,” jelas Dodi.
Setelah melaporkan dugaan pemalsuan dokumen itulah kemudian Roza dimutasi ke SMA N 1 Batang Cenaku.
Atas dasar itulah Roza kemudian menggugat Gbernur Riau digugat ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
“Gugatan tersebut terkait penempatan Roza yang dianggap tidak sesuai dengan aturan dalam Surat Keputusan Gubernur Riau Nomor: Kpts.2087/IV/2024, tertanggal 25 April 2024, tentang Pengangkatan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja di Lingkungan Pemerintah Provinsi Riau,” beber Dody.
Bahkan, gugatan Roza sudah menjalani sidang perdana pada Senin 21 Oktober 2024.
Namun, pada sidang perdana itu perwakilan
pihak tergugat dari Pemprov Riau, justru tidak hadir.
“Dalam konteks ini, Roza meminta agar Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) bersikap adil dan tidak memihak, terutama dalam memperjuangkan hak-hak guru honorer,” tegas Dody.
Menurutnya, PGRI terlalu aktif membela tersangka dalam kasus ini, tetapi diam ketika ada dugaan kecurangan dalam seleksi dan penempatan guru PPPK yang melibatkan oknum sekolah dan Dinas Pendidikan.
“Kami berharap perhatian lebih pada nasib para guru honorer yang sedang berjuang untuk kepastian status mereka,” tuturnya.(*)