Seratusan Anak Jadi Korban Jaringan Terorisme Online, BNPT Perkuat Pencegahan

Seratusan Anak Jadi Korban Jaringan Terorisme Online, BNPT Perkuat Pencegahan
BNPTKepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Komjen (Purn) Eddy Hartono (tengah).

Jakarta,sorotkabar.com - Detasemen Khusus (Densus) Antiteror 88 Polri mencatat, terdapat 110 anak yang teridentifikasi sebagai korban rekrutmen jaringan terorisme daring atau online. Angka itu mengalami peningkatan signifikan dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.

Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Komjen (Purn) Eddy Hartono mengatakan, pihaknya telah membentuk Tim Koordinasi Nasional Perlindungan Khusus Anak Korban Terorisme untuk memberikan perlindungan terhadap anak korban jaringan terorisme. Tim itu dibentuk untuk melakukan pencegahan, rehabilitasi dan reintegrasi.

Tim bekerja dengan mempertimbangkan prinsip kepentingan anak, pemulihan, serta keadilan restoratif. "Kami juga membuat pedoman mekanisme koordinasi penanganan terhadap anak menjadi korban terorisme," kata Eddy melalui keterangan pers di Jakarta, Kamis (20/11/2025).

Menurut dia, fenomena rekrutmen online menjadi perhatian khusus karena bukan hanya terjadi di Indonesia. Dia menilai, langkah itu telah menjadi fenomena global. Karena itu, pemerintah menetapkan isu tersebut sebagai salah satu prioritas nasional.

"Fenomena rekrutmen online terhadap anak oleh kelompok terorisme ini tidak hanya di Indonesia tapi ini menjadi ancaman global, sehingga di setiap negara ini menjadi atensi," ujar Eddy.

Juru Bicara Densus 88 Antiteror, AKBP Mayndra Eka Wardhana, menilai, peran dari lingkungan anak sangat penting untuk melindungi anak dari ancaman jaringan terorisme. Karena itu, ia mengingatkan, para orang tua dan guru sekolah untuk tetap melakukan pengawasan terhadap perilaku anak di media sosial.

"Pesan kami kepada seluruh orang tua, pihak sekolah, dan seluruh elemen yang terlibat atau yang bertanggung jawab terhadap mindset terhadap anak-anak kita, kita selalu melakukan upaya kontrol, melakukan upaya deteksi berawal dari rumah tangga, itu yang paling efektif dalam upaya pencegahan," kata Mayndra.

Direktur Jenderal Pengawasan Ruang Digital Kementerian Komunikasi dan Digital (Kemenkomdigi), Irjen Alexander Sabar, mengatakan pihaknya akan berupaya menjaga ruang digital agar tetap aman bagi anak. Namun, pengawasan dari orang tua tetap penting untuk menjaga anak dari paparan hal negatif dari ruang digital.

"Kami ingin mengimbau untuk kita semua untuk bisa bersama-sama menjamin atau menjaga ruang digital kita tetap aman, sehat, dengan tetap menjamin adanya kreativitas yang baik di ruang ruang digital kita," kata Sabar.

Menurut dia, Kemenkomdigi memiliki dasar hukum penguatan ruang digital yang aman dan sehat dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 17 Tahun 2025 tentang Tata Kelola Penyelenggaraan Sistem Elektronik dalam Perlindungan Anak. Dalam regulasi itu, diatur mengenai tata kelola platform digital dalam melindungi anak dari konten berbahaya, risiko komersial, dan pemanfaatan data pribadi.

"Satu hal yang menjadi inti di situ adalah peran serta dari masyarakat, utamanya peran dari orang tua ketika membersamai anak dalam aktivitas anak-anak di ruang digital," ujar Sabar.

Sepanjang 2025, Densus 88 Antiteror Polri telah menangani lima orang dewasa yang berusaha merekrut anak-anak dan pelajar, dengan lima tersangka melalui tiga kali penegakan hukum sejak akhir Desember 2024 hingga 17 November 2025. Pada periode sebelumnya, yaitu tahun 2011 hingga 2017, Densus 88 mencatat telah mengamankan 17 anak terkait jaringan terorisme.

Namun, pada tahun ini, jumlah korban meningkat tajam, dengan lebih dari 110 anak yang teridentifikasi sebagai korban rekrutmen daring. Temuan itu menunjukkan bahwa ancaman telah berkembang cepat dan membutuhkan respons negara yang semakin terkoordinasi dan adaptif.(*) 
 

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index