Jakarta,sorotkabar.com — Sejumlah ilmuwan memperingatkan bahwa antara tahun 2030 dan 2040, Matahari diperkirakan akan memasuki fase aktivitas magnetik rendah, yang dapat memicu terjadinya zaman es mini di Bumi. Fenomena ini disebut dapat berlangsung selama satu dekade dan memengaruhi iklim global secara signifikan.
Menurut astrofisikawan Valentina Zharkova, berdasarkan model Dynamo Surya Ganda, aktivitas magnetik Matahari akan menurun drastis pada periode tersebut. Kondisi ini mirip dengan peristiwa “Maunder Minimum” yang terjadi sekitar 400 tahun lalu, ketika sejumlah sungai di Eropa membeku dan gagal panen terjadi di banyak wilayah akibat penurunan suhu ekstrem.
Zharkova menjelaskan bahwa berkurangnya energi Matahari akan mengakibatkan penurunan suhu global, yang cukup besar untuk mengubah arus laut, pola musim, serta keseimbangan iklim di berbagai belahan dunia.
Prediksi ini juga didukung oleh Jose Manuel Vaquero, fisikawan asal Spanyol yang meneliti sejarah aktivitas Matahari. Ia mengungkapkan bahwa siklus rendahnya aktivitas Matahari memang terjadi secara periodik setiap beberapa abad, dan periode 2030–2040 diyakini akan menjadi siklus berikutnya.
Sementara itu, Lee Carroll, seorang penulis yang dikenal dengan pesan spiritual melalui entitas bernama Kyron, turut berpendapat bahwa pada tahun 2032 Bumi akan mulai memasuki fase pendinginan global. Menurutnya, fenomena ini merupakan bagian dari proses alamiah untuk menyeimbangkan kembali iklim dan membersihkan lautan.
“Pada tahun 2032 kita akan melihat sisi dingin planet ini. Bumi sedang menyesuaikan diri dan bersiap untuk menyeimbangkan iklimnya. Musim dingin akan lebih panjang, dan suhu rendah bisa memengaruhi pembangkit listrik,” ujar Carroll.
Fenomena penurunan aktivitas Matahari yang diantisipasi para ilmuwan ini diperkirakan akan terjadi antara tahun 2030 dan 2040, dan bisa berlanjut hingga tahun 2050 sebelum kembali ke kondisi normal.
Kendati demikian, sejumlah peneliti lain menilai bahwa dampak zaman es mini mungkin tidak akan terlalu ekstrem karena pemanasan global akibat emisi gas rumah kaca masih menjadi faktor dominan yang menaikkan suhu rata-rata Bumi.(*)