JAKARTA, sorotkabar.com - Masyarakat diimbau waspada dengan modus penipuan, setelah dugaan peretas Bjorka membocorkan data 6 juta wajib pajak yang dikelola Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu).
Menurut pakar keamanan siber Alfons Tanujaya, masyarakat Indonesia harus mengetahui data mereka sudah bocor, termasuk Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).
Dia juga memprediksi potensi tindak pidana yang mungkin terjadi akibat penyalahgunaan kebocoran data NPWP itu, seperti penipuan dengan ancaman membayar denda pajak. "Kemungkinan eksploitasinya nanti ada orang yang memalsukan diri sebagai petugas pajak akan datang menghubungi Anda dan dia punya data yang sangat akurat," kata Alfons, Kamis (19/9/2024).
"Jadi harus ekstra hati-hati kalau ada yang mengatakan ada denda tunggakan pajak yang harus dibayar, kalau tidak mau dinegosiasikan. Biasanya begitu. Dengan meyakinkan dia akan memperlihatkan data NPWP kepada wajip pajak," sambung Alfons.
Alfons juga meminta Menteri Keuangan Sri Mulyani mengevaluasi prosedur pengelolaan dan pengamanan data DJP.
"Tolong dilihat bagaimana pengamanan data di kantor pajak. Itu bahkan alamat lengkap, kota, kabupaten, provinsi, nomor HP, e-mail, tempat tanggal lahir dibocorkan juga," ucap Alfons.
Alfons menyatakan, berdasarkan sampel data diberikan Bjorka, informasi lain yang tertera dalam data itu selain NPWP adalah data Kantor Pajak Pratama, data Kantor Wilayah DJP, data KLU (Klasifikasi Lapangan Usaha), kode KLU, tanggal daftar pajak, status PKP (pengusaha kena pajak), pengukuhan PKP, dan jenis WP (wajib pajak).
"Itu sudah jelas ini adalah data dari kantor pajak yang bocor," ucap Alfons.
Di antara data NPWP yang dibocorkan itu terdapat milik Presiden Joko Widodo (Jokowi) beserta anggota keluarganya, dan sejumlah anggota kabinet termasuk Sri Mulyani.
Data NPWP dibocorkan Bjorka sebanyak 6,6 juta wajib pajak. Terdiri dari ukuran tidak terkompresi 500 Megabyte, dan yang tidak terkompresi sebesar 2 Gigabyte. Bjorka membanderol data itu dengan harga 10.000 Dollar Amerika Serikat, atau sekitar Rp 153 juta.
Secara terpisah, Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Kemenkeu Dwi Astuti mengatakan, pihaknya masih belum dapat mengkonfirmasi kebenaran informasi tersebut lantaran masih dilakukan pendalaman.
"Terkait dengan informasi kebocoran data yang beredar, saat ini tim teknis DJP sedang melakukan pendalaman," ujarnya, Rabu (18/9/2024). (*)