Havana,sorotkabar.com - Meski diperketat oleh embargo Amerika Serikat, Kuba tetap mampu mempertahankan sistem perawatan kesehatan universal gratis serta mengirimkan bantuan medis internasional.
Di jantung Kota Havana, Poliklinik Cosme Ordonez Carceller menjadi contoh nyata model kesehatan masyarakat Kuba yang gratis, mudah diakses, berbasis komunitas, dan berfokus pada pencegahan. Didirikan pada 1974, klinik ini melayani sekitar 13.000 penduduk dengan layanan mulai dari kardiologi, ortopedi, konseling fertilitas, hingga tes genetik.
Fasilitas ini dinamai dari dr Cosme Ordonez Carceller (1927–2019), seorang ahli epidemiologi yang memelopori klinik multidisiplin pada era 1960–1970-an. Ia juga menggagas program inovatif seperti klub kakek-nenek bagi lansia, yang kemudian direplikasi di seluruh negeri.
Sistem kesehatan Kuba dijalankan secara terpusat, dengan Majelis Nasional mengawasi Kementerian Kesehatan, yang menetapkan kebijakan nasional, sementara pemerintah provinsi hingga kota mengelola rumah sakit dan fasilitas kesehatan. Jaringan poliklinik komunitas menjadi tulang punggung sistem ini, didukung dokter dan perawat keluarga sebagai garda terdepan.
Prinsip utama layanan kesehatan Kuba adalah pencegahan melalui edukasi publik, intervensi dini, dan perawatan komprehensif. Dengan alokasi sumber daya yang efisien, Kuba memastikan akses kesehatan yang adil bagi seluruh warga, meski embargo AS selama enam dekade telah menghambat pasokan obat dan peralatan medis.
Kuba mencatat prestasi penting di bidang kesehatan. Negara ini mendeteksi HIV pada 1983, lalu pada 2014 berhasil memberantas penularan HIV dan sifilis dari ibu ke anak, sebuah pencapaian langka bahkan dibanding AS. Selama pandemi Covid-19, Kuba mengembangkan dua vaksin sendiri, memulai vaksinasi lebih awal, dan bahkan memasok vaksin ke negara sahabat seperti Vietnam.
Inovasi medis Kuba juga mencakup obat untuk ulkus kaki diabetik dan terapi Alzheimer. Hampir seluruh anak Kuba telah divaksinasi, angka kematian bayi lebih rendah dibanding AS, dan kunjungan rumah bagi lansia serta ibu hamil menjadi praktik rutin.
Keterbatasan akibat embargo mendorong Kuba berinvestasi di bidang bioteknologi, penelitian obat herbal, dan pendidikan kedokteran yang sepenuhnya dibiayai negara. Ribuan mahasiswa ditempatkan langsung di klinik komunitas sejak awal pendidikan, memastikan pengalaman perawatan primer yang kuat.
Selain untuk kebutuhan domestik, Kuba telah mengirim puluhan ribu tenaga medis ke lebih dari 60 negara, terutama di Amerika Latin, Afrika, dan Karibia. Solidaritas ini menjadi ciri khas diplomasi Kuba. Sebagian besar bantuan medis diberikan gratis, sementara negara-negara kaya diminta memberikan kompensasi finansial yang kemudian digunakan untuk memperkuat sistem kesehatan dalam negeri.
Namun, Washington berulang kali mengkritik program tersebut, menuding dokter Kuba yang bertugas di luar negeri menerima upah sangat rendah. AS bahkan memberlakukan pembatasan visa bagi pejabat Kuba dan pihak asing yang bekerja sama dalam program medis internasional ini. Tuduhan tersebut ditolak oleh banyak negara penerima manfaat, termasuk Barbados dan Trinidad & Tobago, yang menilai kontribusi Kuba krusial selama pandemi.
Terlepas dari tekanan AS, dokter Kuba tetap teguh dengan prinsip bahwa kesehatan adalah hak asasi manusia, bukan hak istimewa, dan terus menjalankan misi "tidak meninggalkan seorang pun".(*)