Waspada Chikungunya, Kasus Meningkat di Singapura dan China

Jumat, 08 Agustus 2025 | 20:53:36 WIB
Nyamuk Aedes

Singapura,sorotkabar.com – Singapura menghadapi risiko peningkatan penularan chikungunya, menurut pernyataan Badan Penyakit Menular (Communicable Diseases Agency/CDA) pada Jumat (8/8/2025). Sementara China tengah menghadapi wabah chikungunya berskala besar.

Di Singapura, CDA menjelaskan bahwa keberadaan nyamuk Aedes sebagai vektor, serta masuknya virus melalui pelancong dari luar negeri, menjadi faktor utama risiko penularan penyakit tersebut. Badan itu juga menegaskan bahwa mereka terus memantau situasi secara intensif.

Data CDA menunjukkan bahwa sejak awal tahun hingga 2 Agustus 2025, telah terdeteksi 17 kasus chikungunya di Singapura. Angka ini lebih dari dua kali lipat dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang mencatat 8 kasus, dan lebih tinggi dibandingkan total 15 kasus sepanjang tahun 2024.

Dari 16 kasus yang tercatat hingga 31 Juli 2025, sebanyak 13 pasien memiliki riwayat perjalanan ke wilayah terdampak di luar negeri. Sementara itu, 3 kasus lainnya merupakan kasus lokal yang bersifat sporadis dan tidak saling berkaitan, ujar CDA.

“Jika terdapat informasi baru yang menunjukkan peningkatan risiko terhadap kesehatan masyarakat di Singapura, CDA akan meninjau dan mempertimbangkan penerapan langkah-langkah kesehatan tambahan,” tegas lembaga tersebut.

Sementara itu, China yang tengah menghadapi wabah chikungunya berskala besar, yang mendorong otoritas mengambil langkah pencegahan ekstrem, mulai dari pemasangan kelambu, penyemprotan disinfektan, hingga penggunaan drone untuk memburu sarang nyamuk.

Hingga Rabu (6/8/2025), lebih dari 7.000 kasus chikungunya telah dilaporkan, sebagian besar terpusat di kota industri Foshan dekat Hong Kong. Meski demikian, otoritas setempat menyatakan bahwa tren kasus baru menunjukkan perlambatan.

Chikungunya merupakan penyakit yang disebarkan oleh nyamuk dan memicu gejala demam serta nyeri sendi, mirip dengan demam berdarah. Kelompok paling rentan terhadap komplikasi adalah anak-anak, lansia, dan mereka yang memiliki penyakit bawaan.

Media pemerintah China memperlihatkan pekerja menyemprotkan disinfektan di jalan, kawasan permukiman, lokasi konstruksi, serta area publik lainnya yang berpotensi menjadi tempat berkembang biaknya nyamuk.

Petugas juga menyemprot area pintu masuk gedung perkantoran, mengingatkan publik pada kebijakan ketat era Covid-19. Warga yang kedapatan tidak menguras genangan air dari botol, pot bunga, atau wadah lain di luar rumah, terancam denda hingga 10.000 yuan (sekitar Rp 31 juta) dan pemutusan listrik.

Musim hujan yang intens dan suhu tinggi memperburuk kondisi di wilayah selatan Tiongkok, yang menyebabkan banjir, tanah longsor, dan memperparah penyebaran penyakit tropis ini.

Pemerintah AS telah mengeluarkan imbauan perjalanan ke Provinsi Guangdong, termasuk Dongguan dan wilayah pusat bisnis lainnya, serta negara-negara terdampak seperti Bolivia, Brasil, dan sejumlah negara di Samudra Hindia.

China, yang dikenal dengan pendekatan koersif dalam menghadapi wabah sejak SARS 2003, mewajibkan pasien chikungunya di Foshan untuk menjalani rawat inap minimal satu minggu. Awalnya, karantina mandiri dua minggu juga diterapkan, namun dicabut setelah dipastikan bahwa penyakit ini tidak menular antarmanusia.

Beragam upaya dilakukan, termasuk penggunaan ikan pemakan jentik dan nyamuk pemangsa nyamuk lain untuk mengendalikan populasi vektor. Pemerintah pusat juga telah menggelar rapat koordinasi dan menetapkan protokol penanganan wabah sebagai bentuk komitmen mencegah kritik publik dan internasional.(*)

Halaman :

Terkini