Makanan Sudah Boleh Masuk Gaza, Tapi Israel Menjarah dan Buat Kacau Pengiriman Bantuan

Minggu, 03 Agustus 2025 | 19:56:36 WIB
Warga Palestina membawa bantuan kemanusiaan dari konvoi Program Pangan Dunia yang menuju Kota Gaza, 16 Juni 2025.

Gaza,sorotkabar.com - Bantuan kemanusiaan yang seharusnya masuk Gaza, Palestina terhambat lagi. Pemerintah Palestina di Jalur Gaza, Sabtu (3/8/2025), menyatakan sebagian besar dari 36 truk bantuan yang diizinkan Israel masuk pada Jumat telah dijarah di tengah situasi keamanan yang sengaja dibuat kacau oleh militer Zionis.

Kantor Media Pemerintah Gaza menuduh Israel menjalankan "kebijakan kekacauan dan kelaparan" di wilayah tersebut. Mereka menyebut bahwa truk-truk bantuan menjadi sasaran penjarahan sebagai bagian dari "rencana penghancuran sistematis" yang bertujuan membuat warga Gaza kelaparan.

Pekan lalu, Program Pangan Dunia (WFP) PBB memperingatkan bahwa sepertiga penduduk Gaza tidak mendapat makanan selama beberapa hari berturut-turut akibat blokade Israel. WFP memperkirakan satu dari empat warga Palestina di Gaza menghadapi kondisi mirip kelaparan, dan sekitar 100 ribu perempuan serta anak-anak mengalami malnutrisi akut.

Israel telah memblokade Gaza selama 18 tahun. Sejak 2 Maret 2025 lalu, seluruh perbatasan ditutup, memblokir masuknya bantuan kemanusiaan dan memperburuk kondisi yang sudah kritis di wilayah tersebut. Pejabat Palestina mengatakan sedikitnya 600 truk bantuan diperlukan setiap hari untuk memenuhi kebutuhan 2,4 juta jiwa penduduk Gaza.

Sejak 7 Oktober 2023, militer Israel melancarkan perang genosida ke Gaza yang telah menewaskan lebih dari 60.300 warga Palestina. Serangan tanpa henti ini menghancurkan wilayah kantong tersebut dan menyebabkan krisis pangan yang semakin parah.

Kondisi kelaparan akut warga Palestina yang disengaja oleh Israel ini diperparah dengan sulitnya penduduk mendapatkan bantuan. Mereka harus mengorbankan nyawa karena dihujani peluru saat mengantri makanan.

Kecaman Keras dari Inggris

Menteri Luar Negeri Inggris David Lammy, Sabtu (2/8/2025), mengecam aksi penembakan oleh pasukan Israel terhadap warga sipil Palestina yang sedang menunggu bantuan di Jalur Gaza. Ia menyebut tindakan itu sebagai sesuatu yang "mengerikan" dan "sakit," serta mendesak agar Israel dimintai pertanggungjawaban.

Dalam serangkaian wawancara dengan The Guardian, Lammy menyuarakan keprihatinan mendalam atas krisis kemanusiaan di Gaza dan menyerukan akuntabilitas dari pihak Israel.

“Situasinya sangat genting bagi warga sipil di lapangan, begitu juga bagi para sandera di Gaza,” katanya.

Ia menambahkan bahwa dunia juga berada dalam kondisi yang sangat mendesak untuk segera mewujudkan gencatan senjata dan mengakhiri penderitaan. Berbicara menjelang keputusan pemerintah Inggris untuk mengakui Palestina sebagai negara merdeka, Lammy menyebut langkah tersebut sebagai “kartu yang hanya bisa dimainkan sekali.”

Lammy juga mengungkapkan keinginannya untuk mengunjungi Gaza “100 persen” begitu ada kesempatan. Ketika ditanya apakah ia berniat datang langsung ke lokasi, ia menjawab, “Tentu. 100 persen.”

Saat ditanya apakah perang Israel-Gaza berdampak secara pribadi, Lammy menjawab, “Ada banyak hari yang saya lalui dengan rasa frustrasi dan kesedihan mendalam.”

Ketika ditanya apakah ia sempat menangis, Lammy menjawab, “Saya tidak menangis karena... saya bahkan tidak ingat kapan terakhir kali saya menangis. Mungkin waktu ibu saya meninggal. Tapi apakah ada momen di tahun ini yang membuat saya sangat sedih? Ya.”

Sejak 7 Oktober 2023, militer Israel terus melancarkan perang genosida ke Gaza, dan menolak seruan internasional untuk gencatan senjata. Lebih dari 60.000 warga Palestina telah tewas.

Pengeboman yang tiada henti, blokade, dan distribusi bantuan yang tidak merata telah menghancurkan wilayah kantong Palestina tersebut, melumpuhkan sistem kesehatan, dan menyebabkan kematian akibat kelaparan.

Kelompok HAM Israel, B’Tselem dan Physicians for Human Rights-Israel, menyatakan bahwa tindakan Israel di Gaza memenuhi unsur genosida, dengan mengutip penghancuran sistematis masyarakat Palestina serta pembongkaran disengaja atas layanan kesehatan di wilayah itu.

Pada November 2024, Mahkamah Pidana Internasional (ICC) mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap pemimpin otoritas Israel Benjamin Netanyahu dan mantan kepala pertahanan Yoav Gallant atas tuduhan kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan di Gaza. Israel juga menghadapi gugatan genosida di Mahkamah Internasional (ICJ) terkait perang di Jalur Gaza.(*)

Halaman :

Terkini