Yogyakarta,sorotkabar.com – Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah menyatakan ketidaksetujuannya terhadap putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas).
Ketua Umum PP Muhammadiyah, Haedar Nashir, menilai keputusan tersebut harus ditelaah secara mendalam agar tidak merugikan institusi pendidikan swasta yang selama ini berkontribusi besar dalam mencerdaskan kehidupan bangsa.
Pernyataan itu disampaikan Haedar usai menghadiri peletakan batu pertama pembangunan Gedung TK Aisyiyah Bustanul Athfal (TK ABA) Semesta di Sleman, Yogyakarta, Selasa (3/6/2025).
“Muhammadiyah adalah pelopor pendidikan anak usia dini melalui Aisyiyah. Saat ini terdapat lebih dari 20.000 TK ABA yang tersebar di seluruh Indonesia dan beberapa negara lain,” ujar Haedar.
Ia menambahkan bahwa kontribusi Muhammadiyah tidak hanya di tingkat pendidikan anak usia dini, tetapi juga mencakup ribuan sekolah dasar, menengah, hingga perguruan tinggi, yang jumlahnya bahkan melebihi perguruan tinggi negeri. Karena itu, menurut Haedar, kebijakan pendidikan nasional tidak boleh mengabaikan peran strategis lembaga pendidikan swasta.
"Putusan MK kemarin harus dikaji secara seksama. Jangan sampai justru mematikan peran pendidikan swasta, yang berarti juga melemahkan pendidikan nasional," tegasnya.
Haedar juga mempertanyakan kesiapan pemerintah jika harus mengambil alih seluruh peran pendidikan yang selama ini turut dijalankan oleh swasta. Ia menekankan bahwa lembaga swasta tumbuh dengan semangat kemandirian dan inovasi, yang turut mendorong kemajuan pendidikan nasional.
Ia mengingatkan seluruh pihak pembuat kebijakan, baik eksekutif, legislatif, maupun yudikatif, agar lebih bijak dalam mengambil keputusan. “Perhatikan konstitusi, kemaslahatan bangsa, dan realitas dunia pendidikan Indonesia di mana swasta punya peran strategis,” imbuhnya.
Meski tidak sepakat dengan putusan MK, Muhammadiyah tetap mendukung kebijakan pendidikan gratis sembilan tahun, asalkan diterapkan secara menyeluruh dan sesuai kondisi sosial masyarakat.
Haedar juga meminta pemerintah memberikan ruang setara bagi pendidikan negeri dan swasta untuk berkembang. Ia menyoroti bahwa jika institusi negeri bisa menjalankan usaha lewat badan hukum, maka peluang serupa tidak boleh ditutup bagi swasta.
“Kebanyakan institusi pendidikan swasta, termasuk Muhammadiyah, tidak berorientasi bisnis. Jangan sampai hanya karena satu-dua lembaga berbisnis, lalu dijadikan dasar untuk kebijakan menyeluruh,” pungkasnya.
Muhammadiyah berharap pemerintah lebih adil dalam memperlakukan pendidikan negeri dan swasta demi terciptanya sistem pendidikan nasional yang inklusif dan berkeadilan.(*)